Mohon tunggu...
Yayuk CJ
Yayuk CJ Mohon Tunggu... Pembalap Baru

SOLI DEO GLORIA

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Sugar Coating di Dunia Kerja, Manis di Depan, Pahit di Belakang

7 Oktober 2025   14:00 Diperbarui: 7 Oktober 2025   13:53 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Source: evolvedmetrics.com

Dalam dunia kerja, kita sering mendengar istilah sugar coating, yakni kemampuan seseorang membungkus sikap, ucapan, atau perilaku dengan kata-kata manis yang memikat.

Di permukaan, semuanya tampak indah: ramah, suka menolong, penuh semangat, bahkan terlihat rela berkorban. Namun, tidak jarang di balik manisnya kata-kata itu tersembunyi kepalsuan, ambisi pribadi, atau keinginan mendapat pengakuan dari atasan.

Dalam hal ini saya pernah mengalaminya langsung. Sebagai pustakawan di sekolah, tanggung jawab saya bukan hanya menjaga koleksi buku, tetapi juga memastikan setiap buku pelajaran sampai ke tangan siswa dalam kondisi rapi dan siap pakai. Ketika buku paket datang dalam jumlah besar, pekerjaan menyortir, mencatat, hingga menyampul bukanlah hal ringan.

Tiba-tiba muncul seorang rekan yang dikenal pandai berbicara manis, terutama di depan atasan dan rekan-rekan berpengaruh. Saat jam pulang tiba dan pekerjaan menyampul buku belum selesai, ia menawarkan bantuan. Bahkan terkesan memaksa untuk melanjutkan pekerjaan hingga lewat jam kerja.

Di depan saya, ia terlihat tulus: “Kubantu menyampul ya... atau aku stempel buku-buku yang belum distempel.” Saya pun luluh dan jujur saya menganggapnya sebagai bentuk ketulusan.

Tetapi yang terjadi kemudian sangat berbeda dari bayangan saya. Dari cerita yang beredar, ternyata ia mengeluh kepada teman-teman lain bahkan di hadapan atasan. Nada keluhannya seolah-olah saya yang memaksa dia bekerja lebih, memaksa dia pulang larut, seakan semua kerja keras itu dipikulnya sendirian. Padahal faktanya, ia sendiri yang ingin menunjukkan kesan rajin dan rela berkorban.

Fenomena “Gula-Gula Palsu” di Dunia Kerja

Pengalaman ini membuka mata saya bahwa sugar coating di dunia kerja memang nyata adanya. Orang seperti ini piawai memainkan peran: di depan atasan, ia tampak sebagai pegawai yang berdedikasi tinggi; di hadapan rekan, ia berlagak pahlawan yang mau berkorban demi pekerjaan. Namun di balik layar, ia menyebar keluhan, bahkan membelokkan fakta agar dirinya tampak sebagai korban.

Fenomena ini berbahaya bukan hanya karena merusak kepercayaan antar-rekan kerja, tetapi juga karena menimbulkan persepsi keliru di mata pimpinan. Atasan bisa saja menilai bahwa seseorang bekerja keras, padahal yang sesungguhnya terjadi adalah pencitraan semata. Sementara orang lain yang benar-benar bekerja dengan tulus, justru tersisih oleh suara manis yang lebih sering terdengar.

Pelajaran dari Kepalsuan

Dari peristiwa itu, saya belajar bahwa tidak semua pertolongan datang dari niat tulus. Ada orang yang membantu dengan hati, tetapi ada juga yang membantu demi citra. Saya pun belajar untuk lebih berhati-hati: menimbang sikap, mencatat kronologi, dan menjaga komunikasi dengan jelas agar tidak ada ruang untuk disalahartikan.

Saya tidak ingin larut dalam sakit hati. Sebab, dalam dunia kerja kita tidak bisa memilih rekan sesuai keinginan. Yang bisa kita lakukan hanyalah menjaga integritas diri. Integritas inilah yang pada akhirnya lebih berharga daripada seribu kata manis yang menipu.

Sugar Coating Versus Ketulusan

Perbedaan mendasar antara sugar coating dan ketulusan terletak pada konsistensi. Orang yang tulus tidak akan mengeluh di belakang setelah memberi bantuan. Ia memberi karena ingin membantu, bukan karena ingin dipuji. Sebaliknya, orang yang hanya “berkata manis” akan terus mencari panggung. Ia akan rela bersandiwara demi menampilkan diri sebagai pekerja paling berdedikasi, meski harus merendahkan orang lain.

Sayangnya, budaya seperti ini sering mendapat tempat di dunia kerja. Atasan lebih mudah melihat “yang terlihat” ketimbang “yang bekerja diam-diam.” Padahal, banyak pekerjaan yang esensial justru dilakukan tanpa gembar-gembor, tanpa pencitraan.

Bagaimana Menghadapinya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun