"Hidup ternyata perlu keseimbangan. Bukan cuma pekerjaan saja yang harus digilai, tapi cinta juga harus digilai, agar kita tidak gila beneran!"
Aku dan Jenny menghabiskan waktu bersama selama tiga hari di Singapura. Ini memang benar-benar liburan yang sangat menyenangkan bagi kami berdua.
Dalam setahun aku bisa sampai delapan kali ke Singapura. Namun aku tidak pernah ke mana-mana karena aku terlalu fokus untuk makan kuetiau goreng seafood, hehe.
Jenny mengajakku menggelandang naik bis, MRT dan berjalan kaki melihat spot-spot yang menarik perhatian. Sebenarnya aku tak begitu peduli ke mana Jenny membawaku, as long as aku bisa memeluknya. Hah? Ya, kami jalan berduaan sambil bergandengan tangan. Sesekali aku memeluknya sambil mencium pipinya. Duh mak nyak! Rasanya seperti ingin terbang ke angkasa, lalu menggelitiki awan di atas sana agar mereka bersin untuk membuat hujan turun.
Kalau hujan turun, maka kami akan berteduh. Jenny akan merapatkan tubuhnya padaku agar ia tidak kedinginan. Aku akan memeluknya agar cipratan air hujan tidak mengenai tubuhnya.
Untunglah kami tidak di Bollywood. Kalau iya, maka aku pasti langsung bernyanyi, "Tum pass aye, yun muskuraein...Ab to mera dil, jaage naa sota hai...Kya karu haaye, kuch kuch hota hai."
Sambil malu-malu kucing Jenny kemudian ngumpet di balik pohon jengkol, lalu celingukan menungguku. Aku ternyata malah berada di atas pohon jengkolnya!
Koq enak ya? Kenapa dulu aku tidak pernah begini? Apakah selama ini aku salah pilih pacar? Atau jangan-jangan dulu itu aku tak punya rasa! Alamak!
Â
Aku sudah memutuskan tidak akan bekerja lagi di perusahaan tempatku bekerja sekarang.
Kemarin aku sudah bicara dengan Pak Made soal resign. Aku juga sudah membuat surat pengunduran diri, bukan semata-mata karena persoalan Rini saja, tetapi juga karena merasa pekerjaan ini telah membuatku menjadi seperti orang barbar.
Aku selalu berusaha mengejar komisi dari penjualan alat berat. Tidak mengenal waktu, dan hampir tidak pernah berlibur. Pekerjaan gila ini bahkan mampu membuatku melupakan impian liburanku dulu. Liburan dengan Jenny kemudian membuka mataku lebar-lebar. Hidup ternyata perlu keseimbangan. Bukan cuma pekerjaan saja yang harus digilai, tapi cinta juga harus digilai, agar kita tidak gila beneran!
Lebih baik aku jualan serabi saja, seperti Kang Jajang yang menyewa ruko mama di Bandung. Dagangannya selalu ramai, tidak pernah sepi. Kang Jajang kini tajir melintir. Bininya pun tiga.
Ia sebenarnya mampu membeli ruko tersebut, tapi mama tak mau menjualnya. Tiap tahun uang sewa ruko naik, tapi kang Jajang tidak mau pindah. "Hoki serabi" rupanya di ruko mama. HiksÂ
Duitku masih ada buat modal. Aku bisa ngontrak tempat dan buka cabang serabi kang Jajang di Jakarta. Kalau ia tidak mau ngasih resep serabinya, kusuruh saja pindah. Aku juga mau happy, jual serabi sambil pacaran. Tidak perlu tiga pacar. Cukup satu saja, dan sekarang aku lagi jatuh cinta.
***