Lihat ke Halaman Asli

SAK EMKM, Standar Akuntansi Sederhana untuk UMKM Indonesia

Diperbarui: 18 September 2025   16:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

UMKM sering disebut sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia. Lebih dari 60 persen produk domestik bruto nasional disumbang oleh sektor ini, sementara hampir seluruh tenaga kerja Indonesia bergantung pada keberadaannya. Meski kontribusinya sangat besar, masih banyak UMKM yang menghadapi masalah klasik, yaitu pencatatan keuangan yang tidak rapi. Sebagian pemilik usaha bahkan masih mencampur uang pribadi dengan uang usaha, sehingga laporan keuangan menjadi tidak akurat dan sulit dipercaya. Padahal, laporan keuangan yang baik sangat penting, bukan hanya untuk mengelola usaha sehari-hari, tetapi juga sebagai syarat ketika ingin mengajukan pinjaman ke bank, mencari investor, atau memperluas bisnis.

Melihat persoalan ini, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tahun 2016 meluncurkan SAK EMKM atau Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah. Standar ini dirancang sederhana agar mudah dipahami pelaku usaha, berbeda dengan standar akuntansi umum yang lebih cocok untuk perusahaan besar. Melalui SAK EMKM, UMKM cukup menyusun tiga laporan inti: neraca, laporan laba rugi, dan catatan atas laporan keuangan.

Kehadiran standar akuntansi ini memberi banyak manfaat. Laporan keuangan menjadi lebih transparan dan akuntabel, sehingga meningkatkan kepercayaan pihak luar terhadap UMKM. Bank dan investor pun lebih yakin memberikan modal karena ada catatan keuangan yang standar dan bisa dipertanggungjawabkan. Bagi pemilik usaha, laporan yang rapi memudahkan mereka dalam mengevaluasi kinerja, memisahkan keuangan pribadi dengan usaha, serta merencanakan strategi pengembangan di masa depan.

Meski demikian, penerapan SAK EMKM di lapangan tidak selalu berjalan mulus. Banyak pelaku UMKM masih menganggap akuntansi sebagai sesuatu yang rumit. Rendahnya literasi keuangan, keterbatasan sumber daya manusia, hingga minimnya sosialisasi membuat standar ini belum dipakai secara luas. UMKM di kota biasanya lebih mudah mengakses informasi dan pelatihan, sedangkan yang berada di desa sering tertinggal. Kondisi ini memperlihatkan adanya kesenjangan dalam penerapan standar akuntansi sederhana tersebut.

Namun, perkembangan teknologi membuka peluang baru. Kini tersedia banyak aplikasi akuntansi digital yang dibuat khusus untuk UMKM. Aplikasi ini sederhana, sesuai dengan SAK EMKM, dan dapat digunakan meskipun pemilik usaha tidak memiliki latar belakang akuntansi. Jika dimanfaatkan, pencatatan keuangan bisa dilakukan lebih cepat, akurat, dan otomatis.

SAK EMKM bukan sekadar aturan akuntansi, melainkan alat strategis agar UMKM bisa naik kelas. Dengan laporan keuangan yang rapi, usaha kecil lebih mudah mendapatkan modal, dipercaya mitra, dan berkembang lebih jauh. Tantangannya memang masih ada, tetapi dengan dukungan teknologi, pelatihan, dan kesadaran pelaku usaha, standar ini bisa menjadi kunci masa depan UMKM Indonesia yang lebih profesional dan berdaya saing.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline