Mohon tunggu...
Ni Wayan Deantari
Ni Wayan Deantari Mohon Tunggu... Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pendidikan Harus Kembali ke Dunia Nyata: Menghidupkan Realisme dalam Kelas Modern

16 Oktober 2025   10:32 Diperbarui: 16 Oktober 2025   10:32 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pernahkah kalian merasa bahwa sekolah saat ini semakin jauh dari kehidupan nyata?
Di banyak ruang kelas, anak-anak belajar dari layar, menghafal rumus, mengerjakan soal pilihan ganda, dan menatap presentasi digital, kelas seolah menjadi dunia tersendiri, terpisah dari taman, langit, dan kehidupan di luar tembok sekolah.|

Padahal, hakikat belajar sejati seharusnya adalah mengenal dan memahami dunia tempat kita hidup. Di sinilah filsafat realisme hadir untuk mengingatkan bahwa agar pendidikan kembali berpijak pada kenyataan, bukan sekadar ide atau simbol di layar.

Menengok Kembali Akar Filsafat Realisme
Realisme adalah aliran filsafat yang menegaskan bahwa dunia nyata ada secara objektif, terlepas dari pikiran manusia. Artinya, realitas tidak bergantung pada persepsi, tetap ada meskipun kita tidak memikirkannya.

Dalam pandangan kaum realis, tugas manusia adalah memahami dunia sebagaimana adanya, bukan sekadar membayangkannya. Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dan pengamatan yang kemudian diolah oleh akal sehat. Itulah sebabnya realisme sering disebut sebagai filsafat yang paling dekat dengan ilmu pengetahuan modern.

  • Aristoteles, salah satu tokoh utama realisme, berpendapat bahwa segala pengetahuan berawal dari pengalaman indarawi. Menurutnya, manusia bukan hanya makhluk yang berpikir, tetapi juga makhluk yang mengamati. Dari hasil pengamatan itulah lahir pengetahuan yang benar.
  • Thomas Aquinas kemudian memperkuat pandangan ini dengan menegaskan bahwa dunia fisik adalah ciptaan Tuhan yang rasional dan dapat dipahami oleh manusia melalui akal budi.
  • John Locke, dengan gagasannya tentang "tabula rasa", mengatakan bahwa pikiran manusia bagaikan kertas kosong yang diisi oleh pengalaman. Semua pandangan itu mengarah pada satu pesan sederhana: belajar berarti berhadapan dengan dunia nyata.


Namun, dalam kenyataan pendidikan masa kini, kita justru sering menjauh dari semangat itu. Peserta didik mengenal ekosistem dari buku bergambar, bukan dari taman di belakang sekolah. Mereka menghafal definisi energi, tapi tidak tahu bagaimana panas berpindah melalui logam atau udara.

Padahal, sebagaimana kata Aristoteles, "Tidak ada yang ada dalam pikiran tanpa terlebih dahulu hadir dalam pengalaman." Filsafat realisme mengingatkan kita untuk tidak membangun menara pengetahuan di atas awan abstraksi, tetapi di atas tanah kenyataan yang dapat diamati.

Realisme dalam Pendidikan: Belajar dari Dunia yang Sebenarnya
Bagi filsafat realisme, tujuan pendidikan bukan sekadar menjejalkan informasi, tetapi menuntun peserta didik memahami dunia objektif dan hukum-hukum yang mengatur kehidupan di dalamnya.

Pendidikan harus membantu peserta didik melihat bahwa pengetahuan bukan hasil hafalan, melainkan hasil penemuan melalui pengalaman. Dengan demikian, belajar menjadi proses aktif untuk memahami kenyataan, bukan mengulang kata-kata guru atau buku.

Dalam kerangka ini, peran guru menjadi sangat penting. Guru bukan hanya sumber informasi, tetapi pembimbing menuju kebenaran objektif. Mereka menuntun siswa mengamati, mengukur, membandingkan, dan menyimpulkan. Guru realis percaya bahwa kebenaran dapat ditemukan melalui pengamatan yang cermat dan penalaran yang logis.

Oleh karena itu, ia tidak memaksa peserta didik menghafal, melainkan memberi mereka kesempatan untuk mengalami dan menemukan sendiri. Guru yang mengajak peserta didiknya meneliti pertumbuhan tanaman di halaman sekolah jauh lebih "realis" daripada guru yang hanya memutar video tanpa memberi ruang eksplorasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun