Dalam peta perekonomian Indonesia, denyut nadi terkuat justru berasal dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sektor ini bukan hanya penopang, melainkan tulang punggung yang nyata. Data Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia pada 2023 memperlihatkan kontribusi yang luar biasa: lebih dari 64 juta unit UMKM menyumbang 60,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap 97% dari total tenaga kerja. Angka ini adalah bukti nyata bahwa ketahanan ekonomi nasional sangat bergantung pada kesehatan dan vitalitas sektor riil di tingkat akar rumput. Namun, di era globalisasi dan revolusi industri 4.0, gelombang tantangan yang dihadapi UMKM kian kompleks. Persaingan tidak lagi hanya sesama pelaku lokal, tetapi juga datang dari produk impor dan bisnis digital yang masif. Dalam kondisi ini, kemampuan beradaptasi dan berinovasi menjadi penentu hidup matinya sebuah usaha.
Di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, tepatnya di Kelurahan Syamsudin Noor, sebuah usaha mikro bernama "Keripik Tempe dan Keripik Pisang H2da" telah bertahan menghadapi gelombang persaingan ini selama lebih dari enam tahun. Dikelola oleh Ibu Heni, usaha ini menjadi potret menarik dari ketangguhan sekaligus tantangan klasik yang dihadapi UMKM makanan tradisional di Indonesia. Studi kasus terhadap usaha H2da ini mengungkap tidak hanya profil dan strategi bertahannya, tetapi juga celah-celah peluang yang dapat dimanfaatkan untuk bertransformasi menjadi usaha yang lebih kompetitif dan berkelanjutan.
Usaha H2da adalah representasi sempurna dari usaha mikro dengan pola kekeluargaan. Dengan jumlah tenaga kerja antara satu hingga tiga orang, usaha ini mengandalkan sumber daya internal yang terbatas namun solid. Lamanya usaha ini bertahan, melebihi enam tahun, adalah indikator kuat dari ketahanan bisnisnya. Teori kewirausahaan dari Suryana (2018) menyatakan bahwa UMKM yang mampu melewati masa kritis lima tahun pertama umumnya telah memiliki basis pelanggan yang loyal dan model bisnis yang terbukti layak. Hal ini terlihat pada H2da, yang bertumpu pada konsistensi kualitas produk sebagai fondasi utamanya.
Karakteristik pemilik, Ibu Heni, juga memberikan pelajaran berharga. Dengan latar belakang pendidikan menengah atas, ia membuktikan bahwa dalam konteks usaha mikro, kesuksesan tidak mutlak ditentukan oleh gelar akademis yang tinggi. Pengalaman praktis, pemahaman mendalam tentang selera pasar lokal, dan dedikasi untuk menjaga kualitas produk justru menjadi faktor penentu yang lebih krusial. Stabilitas yang dibangun Ibu Heni adalah aset berharga, meskipun di sisi lain, jumlah tenaga kerja yang tidak bertambah secara signifikan mencerminkan pola pertumbuhan yang lambat dan belum adanya ekspansi usaha yang agresif.
Dalam hal tata kelola, Ibu Heni telah menerapkan praktik-praktik dasar yang menjadi fondasi kokoh bagi usahanya. Salah satu yang mencolok adalah kepemilikan perencanaan usaha tertulis, meskipun masih dalam format yang sederhana. Dalam dunia UMKM di mana banyak yang mengandalkan ingatan dan sistem yang sangat informal, langkah ini adalah sebuah kemajuan. Penelitian Nadapdap (2021) mengonfirmasi bahwa perencanaan tertulis merupakan fondasi penting bagi ketahanan dan pengembangan UMKM, terutama saat menghadapi krisis, karena memberikan arah dan tujuan yang jelas.
Fokus utama Ibu Heni adalah menjaga kualitas produk. Strategi ini sangat tepat untuk bisnis pangan, di mana cita rasa dan konsistensi adalah kunci untuk mempertahankan loyalitas pelanggan. Namun, strategi pemasaran yang mengandalkan reputasi dari mulut ke mulut dan jaringan lokal saja mungkin tidak lagi cukup di tengah gempuran pemasaran digital. Di sinilah letak salah satu tantangan terbesarnya.
Aspek lain yang perlu mendapat perhatian adalah sistem pencatatan keuangan yang masih dilakukan secara manual. Meski hal ini lebih baik daripada tidak mencatat sama sekali, sistem manual rentan terhadap kesalahan, kurang efisien, dan menyulitkan analisis keuangan yang mendalam untuk pengambilan keputusan. Rekomendasi dari penelitian Santoso dkk. (2022) tentang adopsi teknologi digital untuk pencatatan keuangan sederhana sangat relevan di sini. Beralih ke aplikasi keuangan digital yang user-friendly dapat meningkatkan akurasi, efisiensi, dan transparansi. Lebih jauh, pencatatan keuangan yang rapi dan terstruktur akan memudahkan UMKM seperti H2da jika suatu saat ingin mengajukan pinjaman modal ke lembaga keuangan formal, yang seringkali mensyaratkan laporan keuangan yang jelas.
Salah satu temuan kritis dari studi kasus ini adalah rendahnya frekuensi inovasi produk. Dalam kurun waktu lebih dari enam tahun, H2da hanya melakukan satu kali inovasi, yakni dalam pengembangan varian rasa dan bentuk produk. Fakta ini mengindikasikan bahwa inovasi belum dijadikan sebagai budaya dan strategi berkelanjutan, melainkan lebih sebagai langkah insidental.
Padahal, dalam industri makanan ringan yang sangat kompetitif, inovasi berkelanjutan adalah napas untuk mempertahankan daya tarik konsumen, khususnya generasi muda yang memiliki preferensi yang dinamis dan mudah bosan. Penelitian Andarwulan dkk. (2019) menawarkan wawasan berharga tentang inovasi proses, misalnya dengan mengeksplorasi metode penggorengan vakum yang dapat menghasilkan keripik dengan kadar minyak lebih rendah, warna lebih alami, dan daya simpan lebih panjang, sebuah nilai jual yang kuat di era kesadaran kesehatan yang meningkat.
Sementara itu, Pratiwi dan Susanto (2020) menekankan pentingnya inovasi pada rasa dan kemasan. Mereka menemukan bahwa inovasi di dua area tersebut dapat meningkatkan daya tarik produk keripik tempe hingga 45% di kalangan konsumen muda. H2da memiliki peluang besar untuk mengembangkan varian rasa yang lebih kreatif, misalnya dengan memasukkan unsur rasa lokal khas Kalimantan Selatan. Inovasi kemasan juga tidak kalah penting. Kemasan yang lebih higienis, menarik, dan fungsional (seperti kemasan yang dapat ditutup kembali) dapat langsung meningkatkan persepsi kualitas dan nilai produk di mata konsumen.
Sebagai usaha mikro, kontribusi sosial H2da bagi masyarakat sekitar sudah nyata. Usaha ini menyerap tenaga kerja lokal, meski dalam skala terbatas, dan menyediakan produk pangan yang terjangkau. Ibu Heni juga menyatakan telah memperhatikan aspek lingkungan dalam proses produksinya. Pernyataan ini sejalan dengan tren bisnis berkelanjutan yang semakin digaungkan.