Lihat ke Halaman Asli

Mochamad imron kurniawan

Buruh konser dengan sejuta karya

Bukan Tentang Benci Cinta, Tapi Tentang Menjaga diri : Catatan Untuk Mereka Yang Terlalu Bucin

Diperbarui: 14 Juni 2025   02:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Eijun Sawamura dalam potret simbolik tentang keteguhan sikap dan pilihan hidup. Sumber : Ilustrasi: image.

“Bucin” satu kata yang sangat aku hindari dalam hidup. Bukan karena aku membenci cinta, tapi karena aku menghargainya terlalu dalam untuk disia-siakan hanya demi status semu. Kata ini bukan sekadar sindiran, tapi tanda tanya besar tentang arah dan makna dari hubungan yang sedang dijalani banyak orang.

Aku tak ingin mencampuri hidup siapa pun. Tapi jika hidup ini tak ingin dikomentari, maka mari belajar memaknai hidup itu sendiri. Karena sejauh apa pun kita berjalan, akan selalu ada batu yang kita sandung, dan dari situlah kita belajar melangkah lebih hati-hati.

Aku sering menyaksikan orang di sekelilingku terjebak dalam euforia cinta yang berujung galau berkepanjangan. Hubungan yang katanya saling mengenal justru berakhir saling menyakiti. Padahal, tak ada jaminan bahwa dia yang bersamamu hari ini adalah yang ditakdirkan menjadi pasangan halalmu kelak.

Jika alasan “saling mengenal” dijadikan dalih pacaran, maka menurutku justru pernikahanlah ruang sejati untuk mengenal seseorang. Di situlah kita melihat watak asli, kesabaran, ketulusan, dan perjuangan nyata dari dua insan yang saling menguatkan.

Dalam Islam, pacaran tak dikenal. Yang ada adalah proses ta’aruf jalur yang lebih terhormat dan beradab untuk mengenal calon pasangan. Sebagaimana dalam QS. An-Nur ayat 32:

“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan.”

Jika memang sudah siap dan yakin, maka menghalalkan hubungan secara syar’i lebih baik daripada terus menumpuk dosa melalui hubungan tanpa status halal. Nikah siri, meskipun masih menjadi perdebatan di masyarakat, selama memenuhi syarat sah pernikahan menurut agama, tetaplah sah di hadapan Allah. Tentu, langkah ini bukan tanpa konsekuensi. Harus ada kesiapan, kesepakatan, dan kejujuran dari kedua belah pihak, serta pertimbangan matang dari keluarga.

Aku tahu banyak yang tak setuju dengan konsep ini. Tapi bagiku, jika niatnya baik, jalannya benar, dan hasilnya menghindarkan dosa, maka mengapa harus ragu? Jika tidak siap menikah, maka jangan bermain-main dengan hubungan yang belum tentu berujung pada halal.

Aku tidak sedang berceramah. Aku hanya ingin berbagi cara pandang. Bagi sebagian orang, cinta adalah perjalanan. Tapi bagi sebagian lain, cinta adalah ujian. Dan dalam ujian itu, logika dan iman harus tetap berjalan seiringan.

Cinta bukan dosa. Tapi cara kita menjalankannya bisa jadi mendekatkan atau menjauhkan dari-Nya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline