PERBINCANGAN mengasyikkan dalam suasana menyenangkan terjadi pada Minggu (5/10) pagi lalu. Rendezvous tiga penulis Kompasiana berlangsung hangat di sebuah tempat ngopi dekat alun-alun Kota Bogor.
Beberapa waktu lalu Kakak Via (Kompasianer Novia Respati) mengirim pesan via WhatsApp, merencanakan perjumpaan. Saya kira ia mengirim pesan serupa ke Fery Widiatmoko (Kompasianer Efwe).
Kakak Via tinggal di Bojonggede, Kabupaten Bogor. Kang Fery di Cilebut, Kota Bogor. Saya di Kelurahan Ciwaringin, Kota Bogor. Saling berdekatan, maka sewaktu-waktu bisa ketemuan.
Dari titik perjumpaan di alun-alun berlanjut dengan jalan kaki ke sebuah tempat minum kopi. Jaraknya dekat. Begitu memasuki Jalan Gedong Sawah, kanopi dari bangunan asri itu sudah tampak.
Masih pagi. Belum jam setengah sembilan. Baru tampak tiga atau empat pengunjung coffee shop yang memiliki 8 gerai di wilayah Bogor (unggahan Instagram unclejokopi.id pada Juli 2024).
Kopi Tubruk tanpa gula, V60 Japanese, dan kopi susu menemani obrolan. O iya. Kakak Via sedang menyantap penganan, entah apa namanya, yang tampak enak.
Tadinya, saya hendak mencomot sedikit, tapi obrolan demi obrolan menghapus angan-angan tersebut.
Perjumpaan terencana tanpa rencana tidak membincangkan agenda bahasan tertentu. Hanya bertemu, ngopi bareng, dan ngobrol tanpa susunan acara. Pun tidak membahas Topik Pilihan di Kompasiana.
Namun, pembicaraan akhirnya menyerempet ke dinamika yang terjadi di Kompasiana.
Tentang karewar (K-Rewards), AU (artikel utama/headline), gaya menulis, sedikit menyinggung tata bahasa (penggunaan titik koma, "di" yang harus dipisah atau disatukan dengan kata, dan seterusnya).