Lihat ke Halaman Asli

bucek molen

Konsultan

Kode-Kode Yang Tak Pernah Di Ajarkan Di Sekolah

Diperbarui: 30 Agustus 2025   22:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kode-kode dari Medsos by Kasep Photo

Kode-Kode yang Tak Pernah Diajarkan di Sekolah

Orang bilang, semakin tua, otak harus rajin diasah. Kalau tidak, ia tumpul, gampang lupa, gampang tersesat. Cara paling populer: Aku menulis cerita buat diriku sendiri dari semua apa yang sudah terjadi didalam hidupku, bisa tentang apa saja, Atau isi teka-teki silang di halaman belakang koran, sudoku di pojok majalah, rubik tiga warna, atau aplikasi yang katanya bisa bikin otak awet muda.

Asah otakku datang dari kode-kode yang tak pernah diajarkan di sekolah. Kode yang lahir bukan dari papan tulis, tapi dari layar ponsel. Bukan dari angka-angka hitam putih, melainkan dari emoticon, simbol, dan foto yang sengaja---atau pura-pura tidak sengaja---dilemparkan ke ruang digital.

Kadang, kode datang lewat warna baju. Misalnya, tiba-tiba ia mengenakan kemeja biru muda. Sekilas tak berarti apa-apa. Tapi aku ingat, dulu pernah kubilang kalau biru muda membuatnya terlihat lebih muda lima tahun. Apakah itu sekadar pilihan acak, atau ia memang sedang ingin mengirim pesan diam-diam bahwa ia ingat?

Atau caption singkat di media sosialnya: "Random day." Dua kata yang terlihat ringan, tapi terasa berat di mataku. "Random" di situ bisa berarti kebosanan. Bisa juga kode bahwa ada sesuatu yang ia tunggu, tapi tak kunjung datang. Atau, jangan-jangan, itu hanya cara halus untuk menyapaku tanpa menyebut namaku.

Bahkan typo pun tak pernah betul-betul typo. Pernah ia menulis "sma" bukannya "sama." Orang lain akan membiarkannya lewat. Tapi aku tahu, ia biasanya rapi. Jadi typo itu kubaca sebagai kode. Seperti semacam pesan yang sengaja dibiarkan salah, biar aku punya alasan untuk menanyakan, "Kamu salah ketik?" Dan dari situ percakapan baru lahir.

Membaca kode itu seperti memecahkan teka-teki silang tanpa petunjuk. Tidak ada jawaban di halaman belakang. Yang ada hanyalah ingatan. Ingatan tentang jam berapa notifikasi masuk, tentang kata apa yang dulu pernah jadi andalan, tentang emoticon yang pernah muncul berulang-ulang. Semua itu jadi lapisan, jadi pola, jadi puzzle yang tidak akan selesai sekaligus.

Kadang aku terlalu jauh menafsir, terlalu rajin membaca. Kadang aku salah besar. Berlama-lama untuk satu kalimat atau simbol, akhirnya setelah dua gelas kopi habis, aku baru berpikir: jangan-jangan aku saja yang ke-GR-an? Bisa jadi itu bukan buatku. Bisa jadi itu hanya postingan random. Tapi bukankah itu inti dari permainan ini? Sama seperti sudoku atau rubik: bukan soal cepat atau lambat, bukan soal benar atau salah, tapi soal bagaimana otak tetap dipaksa bekerja.

Dan setiap kali kode itu muncul---dari emoticon sekecil titik sampai foto di berbagai lokasi, dari warna baju sampai berbagai simbol yang dipasang---otakku berputar. Ia berlari lebih cepat daripada mengisi seratus kotak sudoku. Ia menebak, menyusun, membongkar, dan kembali menebak.

Seperti ada foto berdua dengan cowok yang terlihat match: dari outfit yang berwarna samaan, sepatu yang sama persis, dengan caption "kok bisa samaan padahal nggak janjian lho, kompak bener" lalu ditutup emoticon keceriaan yang ringan di akhir kalimat panjang. Seolah sedang framing foto itu sebagai fun and friendly vibes, bukan sesuatu yang terlalu serius.

Aku lihat, aku baca, ada kode atau makna tersembunyi di foto ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline