Lihat ke Halaman Asli

Boyke N.H. Hutapea

Promotor Keberlanjutan

Tambang Pasir Ilegal: Luka Menganga di Wajah Pariwisata Sumba Barat Daya

Diperbarui: 15 April 2025   17:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pantai Mananga Aba, Kabupaten Sumba Barat Daya (Sumber: Dok pribadi)

Bayangkan sebuah pantai dengan hamparan pasir putih yang membentang, diiringi angin laut dan debur ombak yang menenangkan—lalu bayangkan keindahan itu perlahan hilang, dikeruk truk dan sekop demi sekarung rupiah. Apakah pembangunan harus mengorbankan alam yang tak tergantikan?

Sore itu, Pantai Mananga Aba di Sumba Barat Daya seharusnya melepas matahari dengan tenang, ditemani deru ombak yang memecah pasir putih. Namun kini, ketenangan itu digantikan oleh raungan mesin kendaraan truk dan sekop-sekop yang menggali, mengekstraksi pasir tanpa belas kasihan. Surga kecil di Nusa Tenggara Timur ini perlahan tergerus oleh tambang ilegal yang rakus.

Sumba Barat Daya dikenal dengan garis pantainya yang memesona—sebuah daya tarik utama bagi wisatawan dan kebanggaan masyarakat lokal. Namun, pesonanya kini berada di ujung tanduk. Dalam beberapa bulan terakhir, aparat kepolisian menangkap puluhan pelaku pengerukan pasir ilegal: 15 orang di Pantai Mananga Aba, 8 orang di Desa Karoso. Barang bukti disita, proses hukum digelar, dan imbauan pun diumumkan ke publik. Tapi persoalannya belum juga selesai. Karena di balik aksi hukum yang dilakukan, pertanyaan yang lebih mendasar belum terjawab: siapa yang sesungguhnya bertanggung jawab?

Mengapa Tambang Ilegal Terjadi?

Pengerukan pasir pantai ilegal tidak terjadi begitu saja. Di baliknya ada kombinasi antara kebutuhan ekonomi dan celah regulasi. Pasir pantai adalah material murah dan mudah diakses, sangat dibutuhkan untuk pembangunan. Ketika pembangunan meningkat namun pengawasan lemah, maka kegiatan ilegal tumbuh subur.

Di sisi lain, masyarakat pesisir dihadapkan pada keterbatasan mata pencaharian. Ketika opsi pekerjaan minim dan kebutuhan hidup mendesak, maka menambang pasir, meski ilegal, tampak seperti satu-satunya jalan keluar. Sayangnya, yang mereka gali bukan hanya pasir, tapi juga masa depan mereka sendiri.

Alternatif Ramah Lingkungan untuk Kebutuhan Pembangunan

Ketergantungan pada pasir pantai sebenarnya bisa dikurangi dengan berbagai alternatif yang lebih ramah lingkungan. Beberapa di antaranya adalah:

  • Pasir sungai atau tambang legal yang memiliki izin resmi, dengan pengawasan ketat terhadap dampaknya.
  • Pasir buatan (manufactured sand) dari penghancuran batuan keras, yang kualitasnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan konstruksi.
  • Daur ulang material bangunan seperti beton bekas dan bata, yang dapat dihancurkan kembali untuk menjadi bahan bangunan baru.
  • Pemanfaatan abu terbang (fly ash) dari pembangkit listrik sebagai campuran beton.
  • Teknologi konstruksi alternatif seperti panel modular atau bata interlocking yang mengurangi kebutuhan agregat secara signifikan.

Namun, penerapan solusi ini membutuhkan kebijakan afirmatif dari pemerintah, insentif bagi sektor konstruksi, dan edukasi luas kepada masyarakat.

Kerusakan yang Tak Terlihat Kasat Mata

Mungkin sebagian orang bertanya, “Hanya ambil pasir, apa salahnya?”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline