Lihat ke Halaman Asli

Benny Eko Supriyanto

TERVERIFIKASI

Aparatur Sipil Negara (ASN)

Pendidikan yang Membebaskan: Merayakan Hari Pendidikan Nasional di Tengah Dinamika Zaman

Diperbarui: 29 April 2025   10:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Pendidikan yang Membebaskan: Merayakan Hari Pendidikan Nasional di Tengah Dinamika Zaman (freepik.com)

Hari Pendidikan Nasional bukan sekadar peringatan seremonial yang berulang setiap 2 Mei. Ia adalah refleksi --- tentang apa yang telah kita capai, apa yang kita abaikan, dan kemana kita seharusnya bergerak. Di tengah dunia yang terus bertransformasi, makna pendidikan pun bergeser: dari sekadar transmisi ilmu, menjadi proses pembebasan manusia dari keterbatasan, ketidakadilan, dan ketertinggalan.

Spirit itulah yang diwariskan Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional. Baginya, pendidikan bukan soal mengejar gelar atau memadatkan kepala dengan hafalan, melainkan membentuk manusia yang merdeka: berpikir bebas, berbudaya, dan berbudi pekerti. Namun, pertanyaannya kini: sudahkah semangat itu hidup dalam denyut pendidikan kita hari ini?

Pendidikan dalam Tekanan Zaman

Hari ini, dunia bergerak cepat. Teknologi mengubah segalanya: cara kita bekerja, berinteraksi, bahkan berpikir. Generasi muda dihadapkan pada dunia yang jauh berbeda dengan zaman orang tua mereka: lebih kompleks, lebih kompetitif, lebih penuh tantangan.

Namun sayangnya, sistem pendidikan kita masih sering terseok. Alih-alih menyiapkan anak-anak menjadi pelaku perubahan, kita kadang masih terjebak dalam logika lama: mengejar nilai ujian, menumpuk hafalan, mendewakan seragam prestasi. Banyak guru yang dibebani administrasi ketimbang diberdayakan untuk membimbing. Banyak siswa yang dijejali kurikulum padat tanpa ruang untuk bertanya, mengeksplorasi, atau berkreasi.

Pendidikan yang membebaskan --- cita-cita luhur itu --- justru kadang terperangkap dalam birokrasi dan rutinitas.

Menyulut Semangat Baru

Merayakan Hari Pendidikan Nasional seharusnya menjadi momentum membangkitkan kesadaran bersama: bahwa pendidikan bukan tentang menghasilkan manusia seragam, melainkan manusia yang beragam, kritis, inovatif, dan berdaya.

Perlu perubahan paradigma. Guru bukan lagi sekadar "pemberi ilmu," melainkan fasilitator pertumbuhan. Sekolah bukan lagi "pabrik nilai," melainkan ruang aman untuk bereksperimen, gagal, bangkit, dan berkembang. Pendidikan berbasis proyek, pembelajaran kontekstual, hingga literasi digital harus menjadi keniscayaan, bukan tambahan.

Lebih dari itu, kita harus kembali pada esensi: mendidik karakter, bukan hanya kecerdasan. Mengajarkan integritas, empati, cinta tanah air, dan semangat gotong royong. Karena di tengah kemajuan teknologi yang tak terbendung, karakterlah yang akan membedakan bangsa yang unggul dari yang tertinggal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline