Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sedang berjalan di banyak sekolah dilihat dari sisi positifnya membawa manfaat bagi dunia pendidikan. Program ini bukan sekadar memberikan makanan tetapi juga menanamkan kesetaraan energi dan kesempatan belajar bagi semua siswa tanpa terkecuali.
Di sekolah kami, MBG telah berjalan cukup lancar hingga saat ini. Setiap hari siswa menerima menu yang bervariasi. mulai dari nasi, lauk berprotein, sayur, buah segar, dan kadang-kadang dapat susu kotak. Semuanya dirancang dengan perhitungan gizi yang proporsional untuk menunjang tumbuh kembang anak usia sekolah.
Namun, di balik keberhasilan program ini muncul fenomena menarik yang patut disorot. Beberapa siswa ternyata memiliki kebiasaan membungkus makanan MBG mereka untuk dibawa pulang ke rumah. Bahkan sebagian dari mereka sudah menyiapkan wadah dari rumah sebelum berangkat sekolah.
Ketika ditanya alasannya, jawaban mereka bisa bikin haru.
"Untuk ibu di rumah", kata salah seorang siswa. Ada pula yang berkata, "biar adik juga bisa makan enak, Pak". Kalimat sederhana itu seolah menjadi tamparan lembut bagi kita semua bahwa di balik ompreng kecil di sekolah tersimpan rasa cinta yang besar untuk keluarga.
Di satu sisi, perilaku ini menunjukkan karakter mulia yaitu rasa peduli, kasih sayang, dan penghargaan terhadap orangtua. Anak-anak seperti ini tumbuh dengan empati yang tinggi ---sesuatu yang jarang kita temui di tengah zaman serba digital yang individualistik.
Namun di sisi lain, kebiasaan menyalin MBG tanpa memakannya di sekolah juga menimbulkan kekhawatiran. Sebab, tujuan utama MBG adalah untuk memastikan siswa memperoleh asupan energi yang cukup agar bisa fokus belajar sepanjang hari.
Ketika makanan itu tidak dimakan langsung itu berarti energi yang seharusnya diterima siswa justru tidak tersalurkan. Mereka bisa saja menjadi cepat lelah, sulit konsentrasi, bahkan tidak bersemangat mengikuti pelajaran di jam-jam terakhir.
Secara fisiologis, otak anak sekolah memerlukan suplai nutrisi yang stabil untuk berpikir optimal. Sarapan dan makan siang bergizi berkontribusi untuk kebutuhan energi harian anak. Tanpa asupan tersebut maka performa belajar bisa menurun drastis.
Selain soal energi, faktor keamanan pangan juga menjadi isu penting. MBG biasanya disiapkan sejak pagi buta dan diantar ke sekolah menjelang waktu istirahat.
Jika makanan tersebut dibiarkan hingga siang hari tanpa pengamanan yang memadai maka risiko kontaminasi bakteri dapat meningkat. Artinya, makanan yang dibungkus untuk dibawa pulang siang hari bisa saja sudah tidak lagi layak konsumsi.