Lihat ke Halaman Asli

Industri Kriya: Tenun Sutra Kendra Sabilulungan III

Diperbarui: 1 Mei 2025   21:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekelompok Mahasiswa Universitas Siliwangi mengunjungi Tenun Sutra Kendra Sabilulungan, Tasikmalaya (Foto: Dok.Pribadi)

Proses wawancara kepada pemilik Tenun Sutra Kendra Sabilulungan III (Foto: Dok.Pribadi)

Di kampung Karanganyar, Desa Cipondok, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, berdiri sebuah usaha kecil menengah yang tak hanya mempertahankan warisan keluarga, tetapi juga menghidupkan ekonomi masyarakat sekitar. Kendra Sabilulungan, sebuah unit usaha tenun sutra, merupakan buah kerja keras dan semangat gotong royong yang telah diwariskan sejak tahun 1978. Usaha ini dimulai oleh orang tua dari Bapak Kendra, yang kala itu memfokuskan diri pada budidaya ulat sutra. 

Kini, usaha tersebut telah berkembang menjadi produsen kain tenun sutra berkualitas tinggi yang sudah dipasarkan hingga ke berbagai kota besar di Indonesia.

Awal Mula dan Filosofi Sabilulungan

Sumber: Tangkapan layar Kanal Youtube Bank Indonesia Tasikmalaya

Nama "Sabilulungan" sendiri berarti gotong royong, mencerminkan semangat kebersamaan yang menjadi fondasi utama dari usaha ini. Bapak Kendra mewarisi semangat ini dari ayahnya dan menjadikannya prinsip dalam setiap aspek usahanya. Berbekal pengalaman masa lalu dan kecintaannya terhadap kerajinan tradisional, ia memulai kembali budidaya ulat sutra, menanam pohon murbei sebagai sumber pakan utama, dan menggerakkan masyarakat sekitar untuk terlibat dalam setiap tahap produksi.

Proses Produksi: Dari Daun Murbei hingga Kain Berkualitas

Ulat sutra yang digunakan  (Foto: Dok.Pribadi)

Ulat sutra (Foto:Dok. Pribadi)

Kepongpong atau kokon (Foto:Dok.Pribadi) 

Produksi kain tenun sutra di Kendra Sabilulungan dimulai dari budidaya ulat sutra. Ulat-ulat ini diberi pakan daun murbei yang kaya akan protein, menjadikannya sumber makanan esensial. Budidaya dilakukan secara berkala, biasanya satu siklus per bulan. Ulat berkembang menjadi kepompong atau kokon yang kemudian dipanen dan diproses menggunakan alat bernama seriflame. Kokon direbus dalam calostrat hingga menghasilkan benang sepanjang 900 meter. Ketebalan benang bisa mencapai 2%, tergantung dari kualitas makanan yang diberikan selama proses pemeliharaan.

Setelah menjadi benang, proses berlanjut ke tahap penenunan. Di sinilah benang-benang halus itu diolah menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) hingga menjadi kain berkualitas. Dalam satu hari, dua potong kain bulu bisa diselesaikan, sementara kain sulam membutuhkan waktu dua hari per potong. Pembuatan kain ini tidak hanya membutuhkan keterampilan, tapi juga ketelatenan dan kesabaran.

Produk dan Ciri Khas

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline