Sejak dulu, orang tua percaya: bawang merah bukan sekadar bumbu, tapi juga penolong saat anak demam.
Saya baru saja menjemput anak saya dari TK A. Gurunya bilang, sejak pagi ia terlihat lesu dan ternyata demam. Badannya panas ketika saya peluk.Â
Di perjalanan pulang, ia tiba-tiba muntah. Belum reda rasa panik, sampai rumah justru adiknya ikut meriang dengan suhu tubuh yang sama naiknya.
Sebagai orang tua, rasa cemas tentu tidak bisa ditutupi. Demam sering kali datang tiba-tiba, dan ketika menyerang lebih dari satu anak sekaligus, kepanikan rasanya berlipat ganda.Â
Namun di tengah kondisi itu, saya teringat pada pesan sederhana yang dulu sering diulang mamah saya: "Kalau anak demam, coba balurkan bawang merah."
Sebuah warisan pengetahuan tradisional yang mungkin bagi sebagian orang terdengar kuno. Tetapi entah mengapa, ingatan itu langsung muncul di kepala saya, seakan tubuh saya tahu harus melakukan apa terlebih dahulu.
Demam Anak, antara Panik dan Tradisi
Demam sebenarnya bukan penyakit, melainkan tanda tubuh sedang melawan infeksi. Namun bagi orang tua, apalagi dengan anak kecil, demam tetap menimbulkan kepanikan. Terlebih jika disertai muntah, lesu, atau suhu yang cepat meningkat.
Menurut Survei Kesehatan Indonesia 2023, demam masih menjadi salah satu gejala paling umum yang dialami anak-anak. Dalam kondisi ini, masih banyak orang tua termasuk saya memilih langkah praktis: swamedikasi di rumah. Alasannya jelas, lebih cepat, lebih murah, dan tak perlu antre di fasilitas kesehatan.
Menariknya, sebagian orang tua juga memadukan pengobatan modern dengan cara tradisional. Wajar saja, sebab di banyak keluarga, resep rumahan turun-temurun masih dipercaya ampuh. Dari baluran minyak kayu putih, ramuan herbal, hingga cara yang paling akrab: bawang merah yang diiris, dioles, lalu ditempelkan ke tubuh anak.
Bagi saya mungkin juga bagi orang tua pada umumnya, aroma bawang merah yang menusuk itu justru menghadirkan rasa tenang. Seolah ada warisan nenek moyang yang ikut hadir, menemani ikhtiar sederhana melawan demam.