Mohon tunggu...
Suparmin
Suparmin Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik Tingkat SMA di Kabupaten Gowa, Sulsel

Tebarkanlah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka Belajar #4 | Biarin

25 Februari 2020   08:03 Diperbarui: 25 Februari 2020   08:26 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal, seharusnya pendidik dan peserta didik pada pertemuan awal mesti mendiskusikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Tujuan pembelajaran ini mesti berdampak nyata dalam kehidupan peserta didik. 

Apa manfaatnya kita mempelajari sebuah materi atau topik. Apakah materi tersebut memiliki manfaat langsung terhadap diri peserta didik atau hanya menjadikan peserta didik untuk menghayal dalam pembelajaran tanpa mengetahui ke mana arah tujuan pembelajaran tersebut.

Cerita pertama dari anak saya menggambarkan bahwa merdeka belajar itu menggambarkan kemerdekaan dalam memilih sesuatu terhadap pembelajaran. Intinya, apa yang kita pelajari dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Logat Jawa dalam sinetron yang sering menambahkan morfem --in (biarin, antarin, sayangin, dan simpanin) setiap akhir kata telah dicerna dengan baik oleh anak saya. 

Dia lalu berusaha untuk menggunakannya dalam keseharian yang dia tidak paham bahwa komunitasnya bukan orang Jawa. Lahirlah kata 'passangin' itu yang dia maknai "membiarkan". Bukankah komunikasi itu adalah saling paham. 

Cerita kedua di sebuah toko sembako menggambarkan sesuatu yang agak aneh buat saya. Apalagi, penjaganya seorang lulusan SMA. Hitungan sederhana harus dilakukan dengan menggunakan kalkulator. Terlepas dari standar kerja, pertanyaan saya mengawang-awang, apa yang perlu diperbaiki dalam pembelajaran yang telah dilaluinya selama 12 tahun. 

Bahkan pada tingkat SMA, pembelajaran perhitungan sudah semakin variatif. Mulai dari hitungan sederhana, hingga hitungan yang rumit sekalipun. Semuanya muncul dan dipelajari dengan sangat telaten. Lalu, ketika berada pada dunia kerja, perhitungan 4.500 rupiah dikali 4 pun harus menggunakan kalkulator. 

Saya teringat dengan sebuah toko penjualan alat-alat listrik yang pernah saya kunjungi. Penjaganya, yang tidak lulus SMP, mampu menghitung dengan cekatan pembelanjaan saya yang mencapai ratusan ribu rupiah. Tanpa kalkulator pastinya.  

Inilah perlunya tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran itu mesti didiskusikan. Mesti dikaitkan ke dunia nyata peserta didik. Harapannya, proses yang dilakukan dengan intens di sekolah mampu berimplikasi positif terhadap kehidupan nyata peserta didik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun