Hatiku tergerak. "Jadi, kamu mencoba menulis untuk memahami kisah itu?"
Naya mengangguk. "Aku ingin melanjutkan kisah nenekku, dan mungkin dengan begitu, aku bisa menemukan petunjuk tentang kotak itu."
Aku mengambil tisu di atas meja dan menulis sesuatu di sana, lalu memberikannya pada Naya. "Mungkin ini bisa membantu."
Naya membaca tulisan di tisu itu. Matanya membulat. "Ini... lirik lagu masa lalu. Dari era 50-an."
"Betul. Lagu ini tentang sepasang kekasih yang harus berpisah karena perang, tapi mereka berjanji akan bertemu lagi di tempat yang sama saat bunga-bunga bermekaran," jelasku. "Nenekku sering menyanyikannya."
Naya menatapku dengan bingung. "Bagaimana kamu tahu? Kamu kenal nenekku?"
Aku mengangguk, tersenyum pahit. "Kakekku adalah kekasih nenekmu. Beliau... juga seorang tentara. Dia berlayar, tapi tidak pernah kembali."
Naya terdiam, tatapannya kosong. Secangkir kopi, sebuah kedai yang tenang, dan hujan yang menjadi saksi. Sebuah rahasia lama akhirnya terungkap, menghubungkan kami berdua melalui masa lalu yang menyakitkan.
"Jadi... kotak itu..." kata Naya, suaranya tercekat.
"Mungkin ada petunjuk tentang pertemuan mereka yang tidak pernah terjadi," bisikku, merasakan kesedihan yang sama. "Aku rasa kita harus mencarinya bersama."
Naya mengangguk perlahan. Di luar, hujan mulai reda, dan kami berdua tahu, perjumpaan ini bukanlah kebetulan. Ini adalah takdir yang harus kami hadapi, untuk mengungkap misteri yang telah lama terkubur.