Mohon tunggu...
Zaly
Zaly Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seseorang yang gemar menulis cerpen dan karya lainnya. bisa kunjungi akun instagram untuk lebih lanjut !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam Kereta Senja

28 Agustus 2025   07:14 Diperbarui: 28 Agustus 2025   07:14 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jarum jam di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul 23.45. Hujan deras mengguyur Stasiun Cawang. Rio, seorang arsitek muda, menghela napas panjang. Proyeknya membuat ia harus lembur, dan sekarang ia terjebak. Kereta terakhir sudah seharusnya datang, tapi yang ia lihat hanyalah peron kosong dan kegelapan yang pekat.

Tiba-tiba, suara klakson nyaring memecah keheningan. Sebuah kereta tua, berkarat dan tampak usang, perlahan memasuki stasiun. Lampunya berkelap-kelip, memancarkan cahaya kuning kusam yang menambah kesan mistis. Rio mengerutkan dahi. Ia belum pernah melihat kereta seperti itu sebelumnya. Namun, tak ada pilihan lain. Ia harus pulang.

Ia melangkah masuk, disambut aroma apak dan lembap. Gerbong itu kosong, hanya ada beberapa penumpang yang duduk di ujung sana. Mereka semua tampak aneh. Ada seorang wanita tua dengan wajah pucat dan mata cekung, seorang pria bertopi fedora yang wajahnya tertutup bayangan, dan seorang anak kecil yang duduk sendirian sambil memeluk boneka usang.

Baca juga: Hutan Larangan

Rio memilih kursi di tengah gerbong, jauh dari mereka. Ia mengeluarkan ponsel, mencoba mencari sinyal, namun nihil. Ia menoleh ke luar jendela, melihat pepohonan yang tampak seperti siluet monster di bawah guyuran hujan. Tiba-tiba, ia merasakan hawa dingin menusuk tulang.

"Kamu mau ke mana?"

Rio menoleh terkejut. Wanita tua itu kini duduk di kursi depannya, tatapan kosongnya menembus mata Rio.

"Saya... saya mau ke Stasiun Depok," jawab Rio dengan suara bergetar.

Baca juga: Mitos Batu Kembar

Wanita itu tersenyum tipis. Bibirnya yang kering dan pecah-pecah tertarik membentuk senyum yang lebih mirip seringai. "Kereta ini tidak menuju Stasiun Depok, Nak."

"Lalu... ke mana?" tanya Rio, jantungnya berdegup kencang.

"Ini kereta senja. Kereta yang hanya datang untuk mereka yang tersesat," bisik wanita itu.

Rio mulai panik. Ia berdiri, berniat mencari kondektur, tapi langkahnya terhenti. Pria bertopi fedora itu kini sudah berdiri di sampingnya, dengan cepat ia menarik topinya ke atas. Wajahnya kosong, hanya ada kegelapan pekat di balik sorot mata yang seharusnya ada. Rio menjerit tertahan.

Anak kecil itu tertawa pelan. "Ayo main petak umpet, Om." Boneka usang di tangannya menoleh, matanya yang terbuat dari kancing menatap Rio tajam.

Rio melarikan diri, berlari sepanjang koridor gerbong yang tak berujung. Lampu-lampu mulai padam satu per satu. Ia terus berlari, napasnya memburu. Tiba-tiba, ia menabrak sesuatu. Itu adalah kondektur. Wajahnya ramah, tapi senyumnya tak sampai ke mata.

"Mau turun, Tuan?" tanyanya.

Rio mengangguk cepat. "Ya! Turun! Tolong, buka pintunya!"

"Tentu," jawab kondektur itu, menarik tuas darurat. Pintu kereta terbuka, menampakkan kegelapan yang tak terhingga. Di luar, Rio bisa mendengar bisikan-bisikan, tawa, dan jeritan yang tak jelas asalnya.

"Selamat datang di pemberhentian terakhir," kata kondektur itu, mendorong Rio dengan satu sentakan.

Rio terjatuh. Ia merasakan tubuhnya melayang di dalam kegelapan yang hampa. Di atasnya, pintu kereta menutup, dan suara klaksonnya terdengar semakin jauh. Tawa cekikikan dari para penumpang hantu terdengar samar, perlahan berubah menjadi bisikan yang mengisi kekosongan. "Ini kereta senja... kereta senja..."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun