Setelah beberapa hari, saat presentasi tiba, suasana kelas menjadi hidup. Setiap kelompok menyampaikan hasil kerja mereka dengan percaya diri. Rina dan kelompoknya menjelaskan tentang bagaimana media sosial dapat digunakan untuk menyebarkan informasi positif, tetapi juga bisa menjadi sumber berita palsu.
"Jadi, kita harus bijak dalam menggunakan media sosial, ya, Pak?" tanya Rina setelah presentasi mereka selesai.
"Betul sekali, Rina. Media sosial adalah alat yang kuat, tetapi kita harus tahu cara menggunakannya dengan baik," jawab Pak Budi.
Di akhir pelajaran, Pak Budi mengajak murid-muridnya untuk berdiskusi tentang bagaimana mereka bisa menggunakan teknologi untuk kebaikan. "Apa yang bisa kita lakukan untuk membantu masyarakat di sekitar kita dengan teknologi yang ada?"
"Pak, kita bisa membuat grup di media sosial untuk berbagi informasi tentang kegiatan sosial di desa!" usul Andi, murid lainnya.
"Bagus sekali, Andi! Dengan cara itu, kita bisa mengajak lebih banyak orang untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial," kata Pak Budi.
Hari-hari berlalu, dan kelas Pak Budi semakin aktif. Mereka tidak hanya belajar tentang pelajaran di sekolah, tetapi juga tentang tanggung jawab sosial di era digital. Pak Budi merasa bangga melihat murid-muridnya tumbuh menjadi generasi yang cerdas dan peduli.
Suatu sore, saat pulang, Rina menghampiri Pak Budi. "Terima kasih, Pak, sudah mengajarkan kami cara menggunakan teknologi dengan bijak. Kami merasa lebih siap menghadapi dunia."
Pak Budi tersenyum. "Ingatlah, anak-anak, teknologi adalah alat. Yang terpenting adalah bagaimana kita menggunakannya untuk kebaikan."
Dengan semangat baru, Rina dan teman-temannya melangkah pulang, siap untuk menjadi agen perubahan di masyarakat mereka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI