Mohon tunggu...
AMI MUSTAFA
AMI MUSTAFA Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Apalah apalah, jangan ribet! aku sendiri sudah cukup ribet orangnya

Nulis suka-suka, tema suka-suka, konsistensi suka-suka

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jalan Cinta di Awan

21 November 2020   15:37 Diperbarui: 21 November 2020   15:39 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : edit from pinterest

Ketika engkau memilih jalan itu, kau sudah tahu resiko yang kau tempuh. Jalan yang akan kau lalui indah penuh bunga walau ada kalanya kau temui semak belukar dan berduri. Engkau tetap memilih jalan yang tak kau ketahui kapan akan sampai dimana. Melompat riang bergandengan tangan di antara bunga bermekaran di sana-sini, atau terluka dan menangis sembunyi dalam goresan  semak dan onak. Bertahan di titik yang kosong dan berpegang pada pohon tanpa daun. Berharap musim semi akan selamanya dan bunga mekar mewangi senantiasa.

Tapi tak ada bunga yang mekar selamanya. Tak ada kisah yang tak akan berakhir. Tak ada yang akan tetap sama. Menggenggam yang nyata saja masih ada kalanya terlepas, apalagi hanya menggenggam khayalan. Kabut pagi perlahan akan membumbung pergi disibak mentari. Teriknya akan melayukan kesegaran kelopak mawar yang kehilangan wangi.

Lalu adakah gunanya air mata untuk sesuatu yang tak pernah jadi milikmu? Kehilangan sesuatu yang tak pernah kau miliki haruskah membuat langkah mu tersungkur? Tapi air mata biarkan tetap membasahi hati agar tak mengering. Agar hatimu tetap lembut. 

Sebaris demi sebaris garis pemisah yang tergores kian menebal. Genggaman tangan mulai terburai. Menciptakan dinding ragu yang membuat kisah jalan itu semakin semu. Langkah sepi kian tertatih merintih pada kenangan manis yang terkecap. Lalu jalan itu menjadi lengang. Kosong dan datar. Tak ada lagi bunga, tak ada lagi belukar. Tak ada lagi jemari bergenggaman. 

Dan kau berjalan sendirian dengan air mata menggenang. Mengenangkan ruang yang kembali kosong itu.

Kamu yang pernah kehilangan

Lalu mengapa takut kehilangan sekali lagi

Kamu yang pernah merasakan sakitnya ditinggalkan

Mengapa takut ditinggal sekali lagi

Kamu yang pernah terbiasa dengan kehampaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun