Mohon tunggu...
Amara Fasya Ramadhani
Amara Fasya Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Yogyakarta

tertarik dengan dunia kepenulisan dan tarik suara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"Attachment" Penentu Hubungan Seseorang dengan Dunia

2 Januari 2023   08:06 Diperbarui: 2 Januari 2023   08:10 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jenis attachment ini didefinisikan sebagai pandangan negatif mengenai diri didampingi dengan harapan yang positif bahwa orang lain akan mencintai dan menerima. Terjadi karena orang tua terkadang memenuhi kebutuhan anaknya dan terkadang mengabaikan kebutuhan emosionalnya, dimana perilaku orang tua tidak konsisten. Individu akan mengalami kecemasan dan rasa malu karena merasa tidak pantas menerima cinta dari orang lain. Mereka memiliki self-image negatif, kepercayaan diri yang rendah, ekspresif, sangat reaktif, dan berlebihan dalam menghadapi suatu masalah.

Anak-anak dengan preoccupied attachment sangat dekat dan manja dengan orangtuanya pada situasi baru dan tidak mau mengeksplorasi hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak percaya pada orang tuanya. Mereka sangat tertekan ketika dipisahkan dari orang tuanya. Ketika orang tuanya kembali, mereka senang melihatnya dan mendatanginya untuk mencari penghiburan, tetapi kemudian merasa tidak nyaman dan mungkin menunjukkan tanda-tanda kemarahan terhadap orang tuanya.

Orang-orang dengan preoccupied attachment mendambakan hubungan yang romantis tetapi juga tetap cemas apakah pasangannya akan memenuhi kebutuhan emosional mereka. Mereka akan cemas bila dihadapkan dengan kemandirian dan otonomi. Selain itu, mereka akan tertekan jika mereka menafsirkan pengakuan dan menggambarkan orang lain tidak tulus, atau gagal dalam memenuhi respons yang sesuai. Sistem attachment mereka rentan terhadap masa stres, emosi akan naik, dan ketergantungan berlebihan pada orang lain meningkat (Mikulincer & Shaver, 2003).

Mereka yang memiliki preoccupied attachment mencirikan hubungan romantis mereka sebagai obsesi, keinginan timbal balik dan penyatuan, pasang surut emosional, ketertarikan dan kecemburuan seksual yang berlebihan. Mereka percaya bahwa mudah bagi mereka untuk jatuh cinta, namun mereka juga menganggap bahwa cinta yang abadi sulit ditemukan.

3. Avoidant (fearful) attachment

Seseorang yang memiliki avoidant attachment memiliki gambaran diri negatif dan juga menganggap orang lain secara negatif. Mereka akan takut pada intimasi dan otonomi. Mereka menampilkan perilaku avoidant attachment yang khas dari anak-anak sehingga menarik diri secara sosial dan tidak mempercayai orang lain. Gaya attachment ini memberi gambaran bahwa diri mereka sendiri tidak layak dicintai dan juga memandang orang lain negatif dan tidak dapat dipercaya. Mereka akan menghindari orang lain untuk melindungi diri. Mereka merasa sulit untuk percaya dengan orang lain. Ketika menghadapi masalah, mereka tidak mencari orang lain untuk mendapatkan dukungan, tidak ekspresif secara emosional, dan ketika kecewa tidak menunjukkannya kepada orang lain.

Perilaku anak dengan fearful avoidant sangat tidak teratur. Jika anak dipisahkan dengan orang tua untuk beberapa waktu pun, pada pertemuan kembalinya anak akan bertindak bertentangan. Mereka mungkin awalnya akan mengejar orang tuanya, tetapi kemudian tampaknya berubah pikiran dan melarikan diri. Di mata mereka pengasuh tidak dapat dipercaya. Anak-anak dengan attachment ini berisiko membawa perilaku ini hingga dewasa jika mereka tidak mendapat dukungan untuk mengatasinya. Mereka cenderung menghindari orang tuanya seperti menolak perhatian orang tuanya tetapi mereka juga tidak mencari kenyamanan dari tempat lain.

Orang-orang dengan fearful avoidant attachment sering berupaya menjauhkan diri dari pasangannya, tetapi tidak seperti mengabaikan individu, mereka terus mengalami kecemasan dan kebutuhan akan cinta, reliability, dan kepercayaan pasangan mereka (Schachner, Shaver & Mikulincer, 2003). Mereka lebih memilih hubungan biasa, dan mungkin tetap berada dalam tahap berkencan dalam hubungan dengan jangka waktu lama karena mereka merasa lebih nyaman pada tahap tersebut. Hal ini tidak selalu karena mereka memang ingin menghindar, tetapi karena mereka takut untuk lebih dekat dengan seseorang.

Mereka mungkin lebih suka memiliki lebih banyak pasangan seksual sebagai cara untuk dekat secara fisik dengan seseorang tanpa harus terlibat secara emosional -- sehingga mereka tetap memenuhi kebutuhan mereka akan kedekatan. Mereka juga bisa lebih patuh secara seksual karena merasa memiliki batasan yang buruk dan belajar di masa kanak-kanak bahwa boundaries mereka tidak penting. Pasangan dengan gaya keterikatan ini mungkin lebih suka menjaga jarak dengan pasangannya sehingga hal-hal tidak terikat terlalu intens secara emosional. Mereka mungkin enggan untuk berbagi terlalu banyak tentang diri mereka sendiri sebagai cara untuk melindungi diri dari rasa sakit hati. Jika hubungan menjadi terlalu dalam atau jika mereka diminta untuk berbagi cerita pribadi, mereka akan menutup dengan cepat.

Mereka dengan gaya fearful avoidant attachment biasanya tumbuh dalam rumah tangga yang kacau dan toxic. Dengan demikian, mereka mungkin menganggap bahwa hubungan romantis mereka sebagai orang dewasa nantinya juga akan kacau. Jika mereka menjalin hubungan dengan seseorang yang aman dan tenang, mereka mungkin curiga mengapa bisa terjadi. Mereka menganggap pasti ada sesuatu yang salah dan mungkin menantang pasangannya atau menciptakan masalah untuk membuat hubungannya tidak stabil. Mereka cenderung selalu mengharapkan sesuatu yang buruk terjadi dalam hubungan mereka dan kemungkinan besar akan mencari alasan untuk merusak hubungan tersebut agar mereka tidak terluka. Seperti mereka menyalahkan atau menuduh pasangannya atas hal-hal yang tidak mereka lakukan, mengancam untuk meninggalkan hubungan, atau menguji pasangannya untuk melihat apakah ini membuat mereka cemburu. Semua strategi ini dilakukan untuk membuat pasangannya mempertimbangkan untuk mengakhiri hubungan.

4. Dismissive attachment

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun