Mohon tunggu...
Ama Atiby
Ama Atiby Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Pencari ilmu yang takkan pernah berhenti menambah ilmu" http://lovewatergirl.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bukan Siti Nurbaya (Episode 5)

6 Januari 2011   23:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:53 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Oh... tangan siapakah ini yang sedang membelaiku? Ah, nyamannya. Teringat ayah dulu selalu memeluk dan membelaiku saat aku sedang sakit, tapi itu dulu... dulu sekali... Aku merindukan pelukan ayah yang dulu itu. Terdengar sayup-sayup suara asing. Suara siapa ini? setengah sadar kubuka mataku, terlihat sosok yang sangat asing sedang membelai rambutku.

“sayang... ayo bangun... sudah subuh”

Akh... Astagfirullah. Tersentak aku dari tidurku. Dengan bergegas aku bangun. Masih di atas tempat tidur, kupandangi suamiku yang keheranan dan kebingungan melihat tingkahku.

“Sudah berapa lama Ama tidur? Sudah subuh ya?” Ujarku yang masih tak percaya dengan semua ini. Aneh sekali rasanya seranjang dengan orang asing yang kini jadi suamiku. Sejak MTSN dulu aku sudah tidur sendirian dan terbiasa sendirian dikamar. Kupandangi bajuku dalam selimut. Masih utuh.

Akh kacau banget pikiranku. Memang ini cerita sinetron apa? Sungutku dalam hati.

“Setelah shalat Insya semalam, abang lihat ade sudah terlelap. Sengaja ga abang bangunin, kelihatannya ade capek banget.” Ujarnya.

“ade cantik banget saat tertidur... abang suka lihatnya.” Dengan perlahan ia mendekat dan meraih tanganku, dan lagi-lagi secara refleks aku menepis tangannya.

“Akh... Ama wudhu dulu ya, yar kita bisa berjama’ah.” Dengan bergegas aku bangun dari tempat tidur menuju kamar mandi. Jantungku serasa mau copot saja. Kusiram wajahku dengan air dingin agar lebih menyadarkanku.

“Ya Tuhan... kok aku jadi kayak gini sih, kenapa aku menghindari suami sendiri.

Bodoh... Bodoh... Bodoh...” Sungutku dalam hati.

*****

“Kapan rencana ade berangkat?”

“Masih menunggu surat sponsor dari pemda untuk pengurusan visa, mungkin awal tahun depan. Masih tiga bulan lagi. “ Jawabku. Sambil melipat mukena dan sajadah.

“wah... abang berharap kepergian ade ditunda, hehe “

Aku tahu mungkin maksudnya bercanda. Tapi entah mengapa aku tak terlalu senang mendengarnya. Melanjutkan kuliah di negeri kangguru adalah keinginanku dan cita-citaku sejak dulu. Apapun yang terjadi aku harus berangkat. Toh, sebelum menikah juga aku telah telah membahasnya, walau cuma secara lisan, aku ingin dia tetap memegang janjinya untuk tidak menghalangiku meraih masa depanku.

“Yah... kita lihat aja ntar, semoga pengurusan visanya lancar. “ Jawabku enteng dan beranjak bangun dari tempat shalatku, menuju ke kamar tidur.

Terlihat HPku yang telah terletak di atas meja rias. Seingatku semalam aku tertidur sambil menggenggam HP, sejak kapan berpindah ke meja itu. Akh... jangan-jangan...

Dengan bergegas aku mengambil HP itu.Apa dia membacanya. Apa dia mengutak atik HP ku. Akh... Menyesal sekali aku tidak menghapus semua sms dari Satria yang dari dulu kusimpan di inbox. Apa yang suamiku pikirkan ketika membaca sms dari Satria? Kulihat ada panggilan masuk, Satria, jam 01.03. Aku cek kembali daftar panggilan masuk, Satria, jam 01.00. Apa dia mengangkat teleponnya?

“Tadi malam ada yang telepon, tapi kayaknya cuma miscall.” Ujar suamiku yang entah sejak kapan telah berdiri dibelakangku.

Aku benci dengan kesunyian dan keheningan ini. Mengapa dia tidak mengatakan sesuatu? Atau mungkin aku saja yang berpikiran terlalu jauh. Kulihat dia telah naik ke atas tempat tidur kami. Masih terlalu pagi untuk keluar dari kamar sekarang, orang tuaku pun pasti curiga kalau aku turun subuh-subuh begini.

Kulirik suamiku di tempat tidur, dia masih memandangiku yang mematung di depan meja rias. Aduh... mengapa aku jadi salah tingkah begini.

“Sini duduk disisi abang.”

Kuturuti aja keinginannya. Kutarik selimut menutupi kakiku, udara dingin masih terasa, walaupun AC tadi sudah kumatikan.

Dengan berat ia mengambil nafas panjang.

“Tak mengapa klo Ama belum siap untuk melakukannya, abang pun tak akan memaksa. Tapi tolong jangan menghindari abang dan menghalangi abang untuk menunjukkan kasih sayang abang, kita memang baru berkenalan, tapi tak salah kan kalau mulai dari sekarang kita saling mengenal.”

Kali ini ia tak lagi memandangi wajahku. Justru aku yang keherenan mendengar pernyataannya. Kuberanikan diri untuk menatap wajahnya. Kucari matanya, dan kulihat kesungguhannya atas ucapannya itu.

“ Terima kasih atas pengertiannya.” Jawabku datar.

“Berapa hari ade dapat izin cuti?”

“Hari senin mulai kerja lagi. Jadi masih ada libur lima hari”

“Setelah sarapan nanti, minta izin sama ayah dan bunda, abang mau ajak ade ke rumah abang. Abang mau memperkenalkan ade dengan keluarga besar abang di kampung. Ade juga belum kenal dengan mamak abang, kan?”

“Kemarin tidak abang perkenalkan waktu acara foto-foto dengan keluarga abang, Ama sudah lupa wajahnya” Jawabku enteng.

“Mamak abang kemarin ga datang, di kampung abang jarang orang tua datang ke acara pesta, termasuk pesta anaknya. Tapi kemarin ayah abang ada ikut.” Dengan nafas yang berat ia lalu melanjutkan.

“Sebenarnya kemarin abang menunggu ade bertanya, yang mana orang tua abang, tapi mungkin ade terlalu capek sampai lupa menanyakannya.”

Astaga, betapa kagetnya aku mendengar pernyataannya itu. Apa sudah demikian acuhkah aku hari itu sampai tak terpikir olehku untuk bertanya tentang orang tuanya. Apa sebegitu tidak perhatiannya aku terhadap keluarganya? Oh.. Mengapa hal ini baru kusadari sekarang?

“Sebelum ade berangkat, abang mau ade juga kenal dengan keluarga abang. Walaupun kita tinggal disini, ade mau kan tinggal satu malam saja dirumah abang?” pintanya padaku.

Kuanggukan kepala tanda kesetujuanku.

*****

bersambung

Sebelumnya :

Bukan Siti Nurbaya (Episode 4)

Selanjutnya :

Bukan Siti Nurbaya (Episode 6)


Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun