Mohon tunggu...
alyssa senta
alyssa senta Mohon Tunggu... Jurnalis - alyssa

halo sir halo ms

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kelabu

22 November 2019   00:45 Diperbarui: 22 November 2019   00:51 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku merupakan seseorang yang biasanya tidak dapat mengingat secara detil suatu kejadian dengan baik, namun ketika aku mengingatnya, hal itu akan terus teringat di benakku entah hingga kapan dan entah mengapa tetapi itulah aku. Hari ini, aku ingin menceritakan suatu kejadian yang masih kuingat secara detil itu. 

Suatu malam di Bulan Desember 2 tahun yang lalu, aku tertidur nyenyak seperti biasanya. Hujan rintik-rintik dan suara gemuruh dari petir terdengar samar dari luar kaca kamar tidurku. Pada sekitar pukul 3 subuh, Ibu dan Ayah membuka pintu kamarku dengan terburu-buru dan Ibu berkata "Tantemu pingsan dan ia dilarikan ke rumah sakit, Ibu dan Ayah akan pergi ke rumah sakit untuk menegoknya". Aku yang saat itu sedang setengah sadar dan tidak beranjakdari tempat tidurku belum menyadari betapa besar penyesalan yang akan datang kepadaku.

Selama beberapa hari, aku dan adikku, berdua menemani kakekku yang terbaring sakit di rumah sejak beberapa tahun yang lalu. Ia merupakan sosok yang tegar. Aku pun sendiri masih bingung sekaligus bangga, bagaimana caranya ia menjadi seseorang yang sekuat itu?  Jawabannya? Hingga saat ini belum dapat kutemukan.

Malam itu, keluarga besarku berkumpul di rumah sakit, kami terus berharap dan berharap atas kesembuhan tante dan kakekku. Suara-suara bernada lesu dan isakan anggota keluargaku termasuk diriku sendiri terdengar di telingaku yang terasa penuh.  Tanteku dinyatakan tidak dapat bertahan hidup lagi tanpa alat bantuan pernapasan yang dipasang di seluruh tubuhnya.

Sekujur tubuhku terasa kaku selama beberapa saat, seakan waktu dan segala aktivitas di sekelilingku terhenti, sebelum Aku jatuh ke dalam tangisan.

Sepanjang malam itu, tubuhku dan pikiranku terbangun. Suara sekecil apapun terasa jelas dan dekat di telingaku. Tiba-tiba, terdengar suara kaki yang mendekat ke kamarku. Ibuku menggedor pintu kamarku yang terkunci saat itu.

"Ci, bangun. Engkong udah enggak ada." ucap Ibuku.

Aku yang terbangun saat itu segera beranjak dan berlari menuruni tangga dan masuk ke kamar kakekku. Saat aku masuk ke kamar kakekku, beberapa anggota keluarga besarku berada di kamar kakekku. Fingertip Pulse Oximeter yang dipasang di jari kakekku menunjukkan angka detak jantung yang terus menurun hingga 0.

Seluruh anggota keluarga yang berada di rumah kakekku secara tiba-tiba sibuk. Ada yang menelepon anggota keluargaku yang lainnya, ada yang menelepon ambulans, dan juga ada yang menemani kakekku.

Hari itu, keluargaku memutuskan untuk melepas alat bantu yang dipasang di tubuh tanteku. Ibuku menemani tanteku di saat itu, Ibuku juga merupakan sosok yang tegar, mungkin hal tersebut merupakan efek samping dari mempunyai sosok ayah atau kakek yang juga tegar.

Keduanya, Kakekku dan Tanteku berada di 2 kamar rumah duka yang bersebelahan. Aku tidak akan pernah lupa betapa menakutkan hari-hari tersebut. Tidak pernah terbayang dalam diriku sendiri bahwa aku akan melihat 2 anggota keluargaku berada di kamar rumah duka yang bersebelahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun