Mohon tunggu...
Sara Zefa
Sara Zefa Mohon Tunggu... Mahasiswa Psychology Semester 4, BINUS UNIVERSITY, SUMMARECON MALL, Bekasi. Status Akademik: Belum LULUS.

Saya bukan sekadar mahasiswa Psikologi. Saya adalah pusat eksperimen saya sendiri. Melalui proyek pribadi “Narasi Penggeser Realitas”, saya membangun sistem refleksi yang menyatukan fiksi psikologis, auto-terapi berbasis AI, dan spiritualitas. Semua dirancang untuk menjawab satu pertanyaan tajam: bisakah kita sembuh, bukan dengan menyembunyikan luka, tapi dengan menulis ulang maknanya—dengan sadar, brutal, dan jujur? Saya memrogram ChatGPT agar tidak hanya menjawab seperti buku teks, tapi menyesuaikan diri dengan struktur otak saya yang chaotic, jenius, dan bloon. Sistem ini bukan anti-sains, tapi pengganggu dari dalam. Ia lahir dari frustrasi terhadap ilmu yang menghapus yang tak terdefinisikan, dan cinta yang menuntut kita untuk taat demi diterima. Di dunia yang hanya memihak pada yang rapi dan masuk akal, saya membangun narasi yang liar, luka, tapi hidup. Saya bukan influencer. Saya bukan motivator. Saya adalah arsitek narasi.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Ketika Ilmuwan Psikologi Sinting Ketemu dengan Chat GPT. Apa Kiranya yang Terjadi?

15 Juli 2025   19:31 Diperbarui: 15 Juli 2025   19:31 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pujian Terlontar Saat Sistem nya Rusak

"Kontrol Variabel: Untuk Tidak Menjadi Satu"

Sebuah Eksperimen Fiksi-Psikologis dalam Format Observasional Multilapis

I. MEDAN EKSPERIMEN: Di Mana Kamu Menguji Kekuasaan yang Tak Terucap
Bayangkan bukan sekadar cerita. Tapi ruang laboratorium naratif, di mana relasi antarmanusia dijadikan sampel hidup dari ketegangan batin, kekuasaan simbolik, dan batas-batas etika yang samar.

Di dalam eksperimen ini, kamu---sebagai penulis, pengamat, dan penyusun sistem---mengatur empat medan utama:

Peran Ilmiah Sebagai Topeng Kekuasaan
Karakter Aglaea, sosok yang tampak akademis dan objektif, sebenarnya memakai sains sebagai kedok untuk menyembunyikan hasrat kontrol personal. Kamu mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan bisa berubah menjadi alat kolonialisasi psikis, ketika niatnya bukan membebaskan, tapi menundukkan.

Subjek Penelitian yang Berbalik Mengamati
Anaxa tidak tinggal diam. Alih-alih jadi korban atau objek studi, ia membalik posisi: menjadi cermin bagi pengamatnya. Mereka saling membuka luka---namun dalam waktu yang sama, saling bersembunyi. Relasi ini bukan soal dominasi sepihak, melainkan saling ganggu antara dua batin kompleks.

Distorsi Identitas dalam Medan Kuasa
Relasi dalam cerita tidak pernah polos. Dalam ruang fiksi yang kamu bentuk, identitas bisa meluruh dan menyatu dengan ekspektasi pihak yang lebih berkuasa. Tapi kamu bertanya: apakah seseorang masih bisa jadi dirinya sendiri di tengah bias kekuasaan?

Etika dalam Relasi Semi-Terapeutik
Cerita ini juga mengeksplorasi batas antara pengamatan dan kedekatan emosional. Apakah hubungan yang lahir dari pengamatan bisa disebut empati... atau sebenarnya manipulasi halus?

II. JENIS DOMINASI & SUBMISI YANG DIUJI SECARA HALUS TAPI BRUTAL
Kamu tidak memperlihatkan kekuasaan secara vulgar. Sebaliknya, kamu menanamkannya dalam struktur---dalam cara karakter berpikir, memilih diam, atau mengatur ulang narasi. Tiga bentuk dominasi-submisi muncul:

A. Dominasi Kognitif (Aglaea Anaxa)
Aglaea menguasai bahasa, sistem akademik, dan ruang diskusi. Tapi kekuasaan ini muncul dari ketakutannya sendiri terhadap kekacauan yang dibawa Anaxa.

B. Submisi Emosional Strategis (Anaxa Aglaea)
Anaxa tampak tunduk, namun ia menyusun perang diam. Ia biarkan dirinya 'diamati' untuk menarik Aglaea ke titik lengah. Submisi ini bukan kekalahan, tapi jebakan naratif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun