Mohon tunggu...
Alta Karka
Alta Karka Mohon Tunggu... lainnya -

Part time Zombie: http://bit.ly/Merchs | http://maximosh.com | http://ow.ly/9AeWk | Lurah di @Karkatuar & @Bankeray

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Bagian Pertama Perjalanan ke Gili Trawangan

11 Maret 2012   13:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:13 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gili Trawangan, lombok

[caption id="attachment_165697" align="alignnone" width="500" caption="Gili Trawangan, lombok"][/caption] Hola, beberapa waktu lalu, tepatnya tanggal 13 Januari 2012, aku mendapat kesempatan untuk jalan-jalan ke Pulau Lombok bersama pakdeku yang super rock n roll, maksudku perjalanan kali itu bukan sekedar jalan-jalan, namun lebih ke petualangan…hahaha. Semua kami lakukan serba sederhana dan ngirit. Dengan dana super minim, kami pulangpun bahkan masih menyisakan uang, eih naneh benar ini?

Begini, mengapa aku tertarik menuliskan ini kembali? Sebenarnya jika harus menulisnya lagi seperti ini, membuatku ingin kembali kesana, yah karena salah seorang teman tertarik untuk tahu rincian anggaran biaya perjalanan darat nan tramp ke Pulau Lombok. Namun, ini bukanlah trik tingkat dewa dengan siasat super pun muslihat, tidak, justru ini hal-hal yang tak perlu dicontoh jika kamu memang orang yang berduit..haha.

Namanya mas Yoppi, dia ingin ke Rinjani pertengahan tahun ini, biasalah anak gunung, suka mendaki, dan tahun lalu dia telah tuntas mendaki hamper seluruh gunung di Pulau Jawa, dan ini akan menjadi perjalanan pertamanya ke Rinjani. Nah, berikut rincian dan kisah ketika aku ke Pulau Lombok dalam rangka Supertramp in Hell.

***

Jumat, 13 Januari 2012 dalam hiruk pikuk kota Solo, kami bertiga antara aku, Aga, dan Supono Rogo memutuskan untuk berangkat dari rumah sekitaran jam 4 sore, cuaca tidak mendukung saat itu, hujan lebat. Kami naik bus dari depan pabrik Kusumahadi, Jaten dengan bus Langsung Jaya arah terminal Tirtonadi dengan tarif per-orang hanya Rp.3000,- dan sementara itu, kami membawa uang masing-masing 600ribu, jatah dari Pakde Pono, tapi waktu itu aku Cuma bawa uang 500ribu, karena sebagian uang sudah terpakai sebelem pemberangkatan..haha. Uang itu entah darimana asalanya, kami diajak pakde untuk menemaninya kesana, ditraktir dan yak modal raga, mental dan beberapa otak serta pengalaman..hehehe.

Oke, sampailah ke Tirtonadi, waktu tempuh dari rumah ke Tirtonadi hanya beberapa menit saja, paling lama 15menitlah. Kami berkutat diterminal mencari bus, memang sudah direncanakan untuk naik bus sebelumnya. Oya, sebelumnya kami juga membawa beberapa bekal makanan kecil untuk cadangan makanan di jalan. Nah, sekitar pukul 6 kurang, kami dapat bus Mila Sejahtera, arah Banyuwangi dengan tarif per-orang Rp.80.000,- yang telah naik dari harga 2011 lalu.

Ditemani sedikit iringan hujan dan gerimis sisa, bus melaju, namun ku piker bus ini akan sekeren Sumber Kencono dengan larinya yang super Bengal, ah ternyata ilustrasi pakde saya soal bus ini salah kaprah. Dengan bodi karat, bus melaju dengan nyamannya sampai pada akhirnya di Ngawi turun sejenak untuk buang air kecil saya. Mungkin, karena sebelumnya di dalam bus, pakde saya menyapa salah seorang tak dikenal, nama inisial tidak diketahui, bukan mawar atau bunga, nah pakde saya dengan keramahannya-pun menyapa orang tadi, “Mas, mas..kowe sih eling aku rag??” sontak saja mas yang tadi berdiri itu kaget, mungkin dalam pikirnya, “Iki sopo meneh iki..wes ah, etok-etok kenal bent oleh panggon lungguh..”. Nah, tanpa piker panjang mas tadi duduklah, dan setelah ngobrol-ngobrol dengan pakdeku, eits beh dia salah orang, mas tadi ternyata bukan teman semasa mudanya, namun hanyalah orang yang kebetulan lewat. Lantas turunlah si Ma situ di depan, hanya sebentar dalam bus, mungkin menahan ketawa melihat keramahan pakdeku yang super rock n roll.

Pakde Supono, kenapa kusebut seperti itu? Pertama, dia adalah satu-satunya pakde penggila motor lawas, masih inget ketika sticker gambar lidah melet, sebut saja miliknya Rolling Stones itu tertempel di selebor motornya serta jaket kulit kesukaannya kemudian beberapa foto muda yang gondrong nan liar membalap sepeda. Singkat, aku dan Aga tertawa terkekeh-kekeh dengan kejadian di bus itu.

Malam semakin larut, perjalanan terus berlanjut. Sampailah ke Jember, ini dipersingkat ceritanya, di sebuah pom bensin dalam waktu dini hari menjelang subuh, bus Mila Sejahtera cukup sampai disitu, lantas kami para penumpang dipindah bus satunya dengan AC super dingin nan bocor. Apes, ketiban aku duduk dibawah AC itu, air menetes dingin makin menusuk tulang, namun tak terlalu kurasa, meski tanpa jaket hanya pake celana hunter pendek. Disitu, pakdeku dengan pede nan gagahnya, “Ros, pindah kene ae, bent ra kademen..”, keluargaku biasa memanggilku Rossi daripada Alta. Sahutku saja “gah de, pe-we,,bacut enak…(dalam hati tetaplah kedinginan cuss”. Sementara Aga ikut pindah ke tempat duduk pakde yang sebelumnya dia duduk bersebelahan denganku, dia kedinginan juga. Setelah berjalan beberapa kilometer, pakdelah yang terkena serangan CFC. Tubuhnya meriang dan hamper muntah-muntah, begitulah akibatnya orang-orang tua yang ingin dianggap gagah dan kuat oleh yang muda..hahaha. Sampailah di terminal akhir Banyuwangi, dari situ kami naik angkutan ke pelabuhan Ketapang. Ongkosnya hanya Rp.10.000,- saja dan kali ini supirnya mengganas, kebut terus pak bleehhh…

Sampai pelabuhan sekitar jam 7 pagi, lantas beli tiket ferry, lalu cuci muka, sulut cigar, menikmati sebentar nuansa pelabuhan dan sejuknya udara pagi dan naiklah ke ferry dengan biaya penyeberangan Rp.6.000,- dari Ketapang ke Gilimanuk, Bali. Di ferry, kami bertiga banyak berbagi, tentang hubungan di rumah, kisah diantara keluarga kami dan sebagainya. Tapi tak perlulah diceritakan disini, yang kami tahu saat itu, sampai sana kami hanya mau bersenang-senang.

Tiba di Gilimanuk, dalam kurun waktu penyeberangan kurang lebih 30 menit saja, cuaca untungya bagus, tidak ada ombak besar seperti yang dikhawatirkan. Maklum, Januari waktu itu hujannya tak tentu. Turun dari kapal, keluar pelabuhan, dan calo menunggu dari balik semaknya, dengan tawaran yang menggiurkan mengantar ke Denpasar. Tidak! Kami putuskan jalan kaki sebentar, menikmati Bali pagi hari itu, hingga ke beberapa kilometer dari pelabuhan. Berhenti sejenak, sulut cigar lagi, aih kernet bus gentian menawar, dan dengan pasang lagak sangarnya, “Naiklah, sampai Denpasar dengan tarif Rp.45.000,-!!“, ujarnya. Kami bilang, “Tidak dan Tidak!!”. Sementara mereka terus memaksa, pakdeku makin gusar dan terduduk jongkok pasrah, melas mukanya, Aga juga ikut sama namun tak duduk jongkok, aku cukup mengelus dada, ini salah kekolotan, atau kami yang lugu dengan budget minim dan berasal dari kampong inikah atau siapa? Yasudah, kami putuskan istirahat di bus, kami terpaksa naik setelah sebelumnya sepakat kami tawar Rp.25.000,- dari Gilimanuk ke Denpasar.

Lanjutan: http://bankeray.blogspot.com/2012/02/supertramp-in-hell-part-1.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun