Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

BEM UI, Bersuara Jika Anda Tidak Puas dengan Presiden Jokowi

1 Juli 2021   12:14 Diperbarui: 1 Juli 2021   13:27 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Postingan BEM UI dengan judul Jokowi King of Lip Services menyedot perhatian publik. Berbagai media.com tayang artikel dan/atau berita dengan tone judul yang beragam. Sebagian dengan tone pro, sebagian yang lain kontra, dan sebagian lagi netral.

Namun, keadaannya tambah riuh ketika Rektor UI, Ari Kuncoro, menyatakan bahwa sikap BEM UI itu melanggar aturan-aturan UI. Tambah riuh lagi karena Rektor UI ini juga ternyata rangkap jabatan sebagai Komisaris BUMN. Rangkap jabatan ini menurut Rocky Gerung, Refly Harun, Said Didu dan Rizal Ramli, antara lain, jelas-jelas melanggar aturan (Statuta) UI.

Yang lebih riuh dan cadas, sangat galak menurut penulis, adalah tayangan beberapa Podcast yang dibroadcast via channel YouTube. Beberapa diantaranya ada yang tayang lebih dari tiga judul setiap hari Sejak Senin yang lalu. Beberapa dari Podcast YouTube channel tesebut adalah Refly Harun (RH), FNN, Radio FM Bravo, dan Rocky Gerung Official.

Secara umum, kita boleh menarik kesimpulan bahwa BEM UI dan semua YouTube channel termaksud menyuarakan ketidakpuasan atas kepemimpinan Presiden Jokowi. Ini legal menurut penulis dan merupakan hak konstitusi setiap warga negara. Kegiatan pro demokrasi yang aktif dan konstruktif ini rasanya tidak akan bermuara pada tuntutan hukum pasal-pasal penghinaan simbol negara.

Namun, tentunya banyak pihak lain yang tidak setuju dengan suara-suara ketidakpuasan tersebut. Dengan kata lain, mereka dalam kelompok ini boleh dikatakan puas dengan leadership Presiden Jokowi. Ini juga merupakan hak konstitusi mereka untuk bersuara. Haram mencela pendapat mereka ini.

Anda semua, Kompasianer yang super, tentunya pernah mendengar suara-suara yang mendukung kepemimpinan Jokowi. Beritanya demikian banyak yang disiarkan melalui media resmi pemerintah, berbagai media mainstream dan juga berbagai saluran sosial media. Halal mendengar berita-berita ini.

Rekan Kompasianer yang super juga tentu saja banyak mendengar keluhan, kritik, dan ketidakpuasan dengan Presiden Jokowi dalam berbagai aspek. Keluhan, kritik, dan ketidakpuasan tersebut ada yang disampaikan secara langsung, kasar, dan bahkan brutal menurut penulis. Sebagian yang lain disampaikan dengan santun, satire, dan tidak langsung. 

Beberapa yang santun, satire dan tidak langsung tersebut misalnya disuarakan oleh Yudi Latif, Peneliti LIPI. Sebagian disuarakan oleh penyandang gelar Ph.D dengan thesis "The Muslim Intelligentsia of Indonesia: A Genealogy of Its Emergence in the 20th Century," ini via media mainstream dan sebagian lagi disuarakan via Instagram Yudi Latif. Yang via instagran, misalnya, seperti dibawah ini.

Yudi Latif on Instagram dengan teaser: "Eling Yudi Latif Saudaraku, secara jasmaniah bangsa ini tumbuh. Namun, diseantero negeri kualitas pikir mundur, karakter tumpur. Hidup..." Kegalauan sosok penulis buku "Menuju Revolusi Demokratik: Mandat untuk Perubahan Indonesia (Towards a Democratic Revolution: Mandate for Indonesian Changes), Djambatan, Jakarta, 2004."

Beberapa kegalauan dan keprihatinan Kang Yudi yang juga merupakan Alumni Australian National University (ANU), Australia, ini yang tertuang dalam tulisan Instagram tersebut diatas adalah:

Pertama, orang-orang tampil sebagai pemimpin bukan berani karena mengerti, melainkan karena tak tahu. Demokrasi dirayakan dengan mediokrasi.

Siapa pemimpin yang dimaksud oleh Kang Yudi disini? Yang jelas karena mengandung kata demokrasi, maka pemimpin yang dimaksud adalah pemimpin yang dipilih oleh rakyat. Itu mulai dari Kepala Desa, Bupati dan Walikota, hingga Presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun