Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

PDIP Kecolongan Empat Kursi DPR? Pidanakan!

22 Mei 2019   23:09 Diperbarui: 28 Mei 2019   09:37 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP/sindonews

Potensi kesalahan dan/atau kecurangan jauh lebih besar pada tingkat KPU Kecamatan (PPK). Tingkat KPU ini mentabulasikan seluruh perolehan suara di masing-masing kelurahan atau desa dalam wilayah kecamatan tersebut. Satu kecamatan dapat terdiri dari hingga 10 bahkan ada yang lebih dari 10 kelurahan/desa. Jumlah TPS setiap kelurahan/desa jarang yang kurang dari 80 dan banyak yang lebih dari 100 TPS. Setiap TPS menerbitkan 30 Formulir C1 Hologram yang akan ditabulasi di PPK Kecamatan. 

Dengan demikian, PPK akan mentabulasi, jika kita asumsikan setiap kelurahan/desa memiliki 100 TPS dan setiap kecamatan terdiri dari 10 kelurahan/desa, 100 x 10 x 36 formulir C1 Hologram = 36.000 Formulir C1 Hologram. Jumlah entry C1 hologram yang paling sedikit adalah untuk jenis Pemilu Pilres yang lebih besar dari delapan entry. Sedangkan julamh entry untuk Pileg DPR, DPRD, dan DPD sangat banyak dan mencapai angka 100. Konsekuensinya, entry C1 hologram di PPK Kecamatan lebih dari 3.600.000.

Rekapitulasi dari 3.600.000 entry itu jelas tidak akan dapat diikuti atau disimak tanpa peralatan. Peralatan itu bisa dengan laptop yang sudah diprogram lebih dulu atau dengan aplikasi perhitungan suara Pemilu. 

lebih lanjut silahkan baca: Urgensi Digitalisasi Pemilu Indonesia, klik disini.

Dalam kaitannya dengan penolakan rekapitulasi KPU DKI Jakarta  dan rencana PDIP untuk mengajukan gugatan ke MK atas dugaan kecurangan di tujuh Dapil dalam lima provinsi, seperti disampaikan diatas, ini mengindikasikan kurang kuat nya pengawalan Parpol-Parpol tersebut utamanya pada tingkat KPU Kecamatan. Saksi-saksi masing-masing Parpol termaksud, utamanya di Dapil-Dapil yang kemungkinan akan ke MK,  kelihatannya tidak dilengkapi oleh peralatan laptop dan/atau aplikasi Pemilu tersebut. Jika saksi-saksi tersebut dilengkapi dengan salah satu atau kedua peralatan tersebut, seharusnya kesalahan dan/atau kecurangan tingkat KPPS dan tingkat PPK dapat dihentikan disini.  Hal yang serupa berlaku untuk tingkat KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, hingga KPU Nasional.

bisa juga merujuk kesini: Gunakan Aplikasi agar Salah Input Tidak Jadi Tragedi, klik disini

Pidanakan Kecurangan Pemilu

Ada dua hasil utama sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi. Pertama, ditolak. Kedua, dikabulkan yang artinya jika dikabulkan sepenuhnya, maka untuk kasus yang diangkat di artikel ini, PDIP akan mendapat tambahan empat kursi dan satu atau beberapa Parpol akan kehilangan kursi DPR. Satu atau beberapa Parpol ini secara kumulatif akan kehilangan empat kursi yang akan diambil oleh PDIP.

Biasanya selesai sampai disini. Tidak terdengar sejauh ini bahwa modus operandi kecurangan Pemilu digunakan untuk perbaikan tata kelola perhitungan dan rekapitulasi suara Pemilu yang akan datang. Juga tidak pernah terdengar adanya sanksi baik dalam bentuk administratif apalagi dalam bentuk pidana untuk penyelenggara Pemilu dan/atau Caleg beserta Timses masing-masing yang terbukti melakukan kecurangan. 

lihat juga: Bandit Bergentayangan di Pemilu 2019, klik disini

Updating, 28 Mei 2019

Kompas Tv pagi ini jam 0.01 WIB melaporkan kerusuhan penetapan hasil Pileg di Distrik Fayit, Kabupaten Asmat, Papua. Seorang Caleg mengerakan 350 orang. Dia merasa dicurangi pimpinan partai karena orang lain yang mendapat kursi bukan dia yang merasakan lebih ber hak. Di kasus ini lima orang tertembak dan empat diantaranya tewas. Masa tersebut menyerbu kantor distrik, penulis kira ini setingkat PPK Kecamatan, dan ditertibkan oleh Danramil setempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun