Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Harapan pada Legislator Terpilih 2019?

23 April 2019   22:01 Diperbarui: 5 September 2019   12:05 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surat Suara DPR RI, sesaat setelah proses pelipatan di Gelanggang Olahraga (Gor) Bulukumba. | Foto: TRIBUN TIMUR/FIKRI ARISANDI

Rakyat umumnya cuek dengan pemilihan legislatif. Penghitungan suara pileg sepi sekali. Tinggal kami berdua saja di TPS 115 Bojong Gede Bogor. Kami pun juga angkat kaki tidak lama kemudian. 

Dengan demikian, sekitar jam 8.00 malam tgl 17 April, TPS 115 Bojong Gede itu sudah tidak ada pengunjung lagi. Yang ada hanya petugas KPPS nya. Penulis yakin hal yang serupa juga terjadi di sebagian besar, jika tidak seluruhnya, di TPS seluruh Indonesia.

Berbeda ketika penghitungan suara Pilpres yang dilakukan sebelummya pada TPS dengan 138 DPT ini. Pengunjung antusias sekali. Emak-emak riuh bertepuk tangan ketika kertas suara dicoblos untuk PADI. Di TPS ini PADI menang dengan angka 76 dan JokowiMa'ruf 46.

Terlepas dari apatisme publik terhadap Pileg tersebut, 575 Anggota DPR dan 136 anggota DPD akan lolos ke Senayan tahun ini. Legislator DPR itu kelihatannya akan mewakili hanya sembilan partai politik. Berikut beberapa harapan kepada legislator tersebut yang sempat terdengar dan masih teringat oleh penulis.

Presidential Threshold 

Para legislator baru kita diharapkan dapat meminimalisir karut marut proses pencalonan presiden dan wakil presiden 2024. Karut marut itu seperti disajikan di bawah ini. 

UU Pilpres kita yang sekarang menutup rapat pintu Paslon independen. Baik Capres maupun Cawapres wajib diusulkan oleh partai politik dan/atau koalisi partai politik. Selain itu, Parpol dan/atau koalisi Parpol pengusung Capres/Cawapres harus memenuhi ambang batas Presidential Threshold (PT) yang relatif sangat tinggi untuk dapat mengajukan Paslon Pilpres itu. Konsekuensinya, pembentukan partai koalisi dan penetapan Paslon Pilpres 2019 sangat bertele-tele dan lama sekali. 

Coba kita lihat kembali proses pencalonan Jokowi di Pilpres 2019 itu. Seingat penulis, Partai Nasdem yang pertama kali mencalonkan Jokowi sebagai Capres 2019.  Satu demi satu, kemudian Parpol, bergabung dan membentuk koalisi untuk mengusung Jokowi sebagai Capres 2019. Mirisnya, PDIP yang seharusnya pengusung utama Jokowi baru pada detik-detik terakhir menyatakan dukungannya dan bergabung dengan Parpol lain yang sudah lebih dahulu mencalonkan Jokowi sebagai Capres 2019. 

Proses pencarian Cawapres Jokowi juga sangat panjang dan bertele-tele. Mirisnya, Mahpud MD yang sudah hadir di Istana Negara ternyata dibatalkan dan yang ditunjuk, sebagaimana kita ketahui bersama, adalah Ma'ruf Amin.

Kerumitan yang sama dalam pengajuan Capres Prabowo Subianto. Para petinggi Partai Gerindra sangat jelas sekali menghendaki Prabowo kembali menjadi Capres di Pilpres 2019 yang lalu. Namun, baru menjelang saat-saat terakhir Prabowo mendeklarasikan untuk maju kembali di Pilpres 2019 itu seiring dengan pernyataan dukungan PKS dan PAN.

Proses yang melelahkan juga terjadi untuk mencari Cawapres Prabowo. Sandiaga Uno, yang kemudian dipilih, juga baru pada detik-detik terakhir dinyatakan resmi akan diusulkan sebagai Cawapres Prabowo setelah ada persetujuan dari PKS dan PAN. Viral waktu itu Sandi memberikan masing-masing 500 miliar rupiah kepada kedua Parpol tersebut. 

Pernah terbaca oleh penulis apakah itu di Kompas.com dan/atau di DetikNews.com bahwa Sandi mengakui pemberian uang sejumlah tersebut untuk kedua Parpol tersebut. Uang tersebut, seperti dirilis oleh media itu, menurut Sandi diberikan untuk dana kampanye yang akan dilaksanakan oleh masing-masing Parpol tersebut.

Calon Independen Pilkada.

Rakyat umumnya meyakini bahwa perahu Parpol untuk Pilkada sangat mahal. Tidak cukup dengan satu dua miliar rupiah saja. Itu diyakini dalam hitungan puluhan miliar atau ratusan miliar rupiah.

Alternatif yang ada tinggal menjadi calon independen Pilkada. Namun, persyaratan pengumpulan foto copy KTP dan verifikasi faktual juga sangat ribet. Penulis pernah membuat estimasi kasar perbandingan biaya untuk lolos sebagai calon independen Pilkada dengan calon yang diusung oleh Parpol. Rasanya tidak banyak beda dan oleh karena itu jumlah calon independen Pilkada sangat kecil.

Kita harapkan para legislator terpilih 2019 dapat juga menyederhanakan tata prosedur calon peserta Pilkada di masa yang akan datang. Dengan demikian, kita berharap Calon Kada dhufa berkualitas prima dapat meramaikan kontestasi Pilkada walaupun bukan artist dan/atau pengusaha kaya raya.

Himbauan Mahfud MD

Mahfud MD di TV malam ini  (23/04/2019)menghimbau agar para legislator terpilih segera membahas UU Pemilu 2024. Segera dilakukan dalam tahun depan 2020 dan tidak menunggu lagi tahun 2022 yang antara lain bertujuan untuk menghindari praktik dagang sapi!

lihat juga: Agenda Tersembunyi Inisiatif Paket Pimpinan MPR dan Amandemen UUD45

https://www.kompasiana.com/almizan59323/5d589c380d82301f9b5e22c3/paket-pimpinan-mpr-dan-amendmend

atau, lihat: Pola Nyeleneh Next Election Paloh dan Trump

https://www.kompasiana.com/almizan59323/5d390bdf097f367e8601d168/paloh-anies

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun