Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kecurangan dan Pecundang di Pemilu Indonesia

12 April 2019   11:13 Diperbarui: 13 April 2019   10:13 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
partisipasi aktif dan konstruktif - goodhabitsguide.com

Kasus Surat Suara Bolong di Malaysia

Kasus sudah tercoblosnya kertas suara di Malaysia patut kita cermati dengan hati-hati. Kasus ini diduga melibatkan Caleg DPR R.I Nasdem, Davin Kirana yang juga putra Dubes R.I. untuk Malaysia, Rusdi Kirana (Pemilik Lion AIR) dan Caleg DPR RI dari Partai Demokrat serta satu orang Caleg DPR RI Partai Nasdem yang lain yaitu Achmad, CNNI dan Kompas.com. 

Ada tiga hal yang dapat kita lihat disini. Pertama, tidak tertutup kemungkinan itu merupakan rekayasa dan fitnah iblis yang sangat jahat. Kedua, sebagian surat suara itu ada dalam Diplomatic Bags (DBs). Koq bisa ya DBs nyelonong ke gudang pribadi Taman Universiti Malaysia dan rumah pribadi lainnya? 

Ketiga, apakah surat suara itu asli? Jika asli, maka pihak KPU Jakarta dan/atau Kementerian Luar Negeri harus bertanggungjawab dan/atau memberikan penjelasan yang sesegera mungkin. Ingat tinggal enam hari lagi! 

Di atas kesemua itu dan jika ini bukan merupakan hoax iblis yang sangatjahat, hal ini mengindikasikan sudah adanya kolusi alias persengkongkolan antara beberapa pihak termasuk persengkongkolan dengan para saksi di TPS dan penyelenggara Pemilu di Malaysia.

Peran Sentral Saksi dalam Bisnis Proses KPU

Peran saksi dalam proses penghitungan dan rekapitulasi suara Pemilu Indonesia sangat-sangat penting sejauh ini. KPU hanya memperhatikan kecukupan tandatangan para saksi dan penyelenggara Pemilu dibawahnya dalam melakukan rekapitulasi lanjutan untuk daerah pemilihan yang lebih tinggi/luas. Dengan kata lain, jenjang KPU yang lebih tinggi tidak melakukan validasi, pencocokan, hasil rekapitulasi suara dari jenjang KPU yang lebih rendah. 

Misalnya, PPK Kecamatan ketika menyalin (ballpoint/tinta) rekapitulasi suara TPS (Formulir C1 Hologram) menjadi rekapitulasi suara desa/kelurahan (Formulir DAA1) tidak memperhatikan lagi data suara yang ada di C1 Plano. Yang mereka perhatikan hanya tandatangan para saksi yang terkait. Jika itu sudah mencukupi, maka pekerjaan salin menyalin itu dilanjutkan.

Implikasinya, PPK Kecamatan tidak akan dapat mendeteksi jika terjadi kecurangan/persengkongkolan di TPS/KPPS. Walaupun demikian, hal ini hampir mustahil terjadi untuk jenis Pemilu Pilpres. Masing-masing Paslon sudah memiliki jumlah saksi yang mencukupi dan para saksi itu diawasi dengan ketat baik secara online (digital) maupun secara offline (aplikasi excel di laptop).

Hal sebaliknya berlaku untuk Pemilu Pileg. Tensi jual beli suara untuk jenis Pemilu ini di berbagai tingkatan KPU adalah sangat-sangat tinggi. Lihat, misalnya, Kompasianer Almizan Ulfa dalam Kecurangan Pemilu dan Amien Rais's People Power. Bisa juga di lihat di Urgensi Digitalisasi Pemilu Indonesia, juga bisa dilihat di, Paradoks Jokowi 4.0 dan Dedigitalisasi Pemilu Indonesia.

Dokumen Rekapitulasi Aspal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun