Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kecurangan dan Pecundang di Pemilu Indonesia

12 April 2019   11:13 Diperbarui: 13 April 2019   10:13 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
partisipasi aktif dan konstruktif - goodhabitsguide.com

Pendahuluan

BreakingNews ditemukannya berkarung-karung berisikan puluhan ribu surat suara Pemilu Indonesia 2019 di gudang/rumah pribadi Selangor, Malaysia. Lihat, misalnya, DetikNews.com. Beberapa sampel dari kertas suara itu sudah dicoblos untuk beberapa Caleg Nasdem dan Demokrat serta untuk Paslon 01. 

Kosa kata  money politics tidak asing lagi bagi kita semua.  Kita juga sudah terbiasa mendengar bagi-bagi uang agar rakyat coblos Caleg itu. Kita juga tidak asing dengan berbagai kasus korupsi yang menjerat aparat penegak hukum seperti Mahkamah Konstitusi (MK). Yang lebih miris lagi kita juga sering mendengar keterlibatan penyelenggara Pemilu (KPU) dalam berbagai kasus kecurangan Pemilu. 

Beberapa Kasus Money Politics dan Kecurangan Pemilu Terkini

CNNI, hari ini, 11 April 2019, merilis berita tentang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi kepada Ketua KPU Sumatera Selatan, Eftiyani. Dia terbukti melanggar kode etik dengan menjadi saksi Pasangan Dodi, anak Mantan Gub Sumsel Alex Noerdin,  dan Giri, Sepupuh Megawati Soekarno Poetri, pada Pilgub 2018 yang lalu. Eftiyani juga terbukti bersalah melanggar kode etik dengan memberhentikan Ketua Pemilihan Kecamatan (PPK), Ilir Timur I Palembang, Yudin Hasmin. 

Hal yang lebih parah menjerat Komisioner KPU Garut, Ade Sudrajat. Ia sudah ditetapkan sebagai TERSANGKA kasus suap Pilbup Garut 2018. Lihat, misalnya, DetikNews.com. 

Hal yang serupa menjerat Komisioner KPU Tangerang Selatan (Tangsel), Ajat Sudrajat. Dia terlibat penyembunyian data pribadi yang dapat menjurus ke conflict of interests sebagai Pengurus Partai Gerindra. Lihat, misalnya, DetikNews.com. Diatas kesemua itu di Era Digital sekarang kita dapat dengan cepat melihat daftar panjang kasus money politics dan/atau korupsi yang melibatkan penyelenggara Pemilu. 

Pengalaman Pribadi Penulis

Penulis sendiri merasakan itu secara langsung di Pileg 2014. Banyak sekali yang mengatakan adalah paling murah jika "beli"suara di Penyelenggara Pemilu seperti di TPS dan PPK. Selain itu, saya diberikan contoh beberapa Caleg DPR R.I yang tidak melakukan kegiatan kampanye sama sekali. Tidak ada baliho, tidak ada spanduk, tidak ada brosur, dan tidak ada kegiatan-kegiatan yang lain. Ternyata, mereka itu lolos ke Senayan karena "beli" suara di KPU (tidak jelas tingkatan KPU mana yang dimaksud).

Pada Pileg 2019 ini penulis, sebelum mengundurkan diri/non-aktif sebagai Caleg DPR RI dari suatu Parpol, beberapa kali menerima tawaran untuk "membeli" suara di KPU dengan kombinasi beli di "lapangan." Tarifnya rasa-rasanya hanya sekitar lima miliar rupiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun