Dalam kerangka aksiologi hermeneutik, setiap angka memiliki dimensi moral. Laporan keuangan bukan sekadar dokumen ekonomi, melainkan teks moral yang mencerminkan pilihan etis organisasi. Ketika perusahaan melaporkan keuntungan yang besar tetapi menutup-nutupi dampak sosial negatifnya, angka-angka itu kehilangan makna moralnya.
Sebaliknya, laporan yang jujur dan transparan mencerminkan keberanian moral untuk mengakui kenyataan. Dalam hal ini, akuntansi berfungsi sebagai "cermin nurani organisasi" media yang memantulkan integritas atau ketidaktulusan para pelaku ekonomi.
Makna moral inilah yang menjadikan akuntansi bukan hanya sistem informasi, tetapi juga sistem pertanggungjawaban etis. Melalui akuntansi, manusia menegaskan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan dalam kehidupan bersama.
- Integrasi Nilai, Empati, dan Makna Moral
Nilai, empati, dan makna moral bukanlah unsur yang berdiri sendiri; ketiganya saling terintegrasi dalam membentuk jiwa hermeneutik akuntansi.
Nilai memberi arah, empati memberi kedalaman, dan makna moral memberi legitimasi terhadap tindakan ekonomi. Ketika ketiganya berpadu, akuntansi menjadi ilmu yang hidup bukan sekadar alat ukur, tetapi sarana manusia memahami dan menata kehidupannya secara bermakna.
Integrasi ini tampak nyata dalam praktik ketika keputusan keuangan dibuat dengan kesadaran penuh akan dampaknya terhadap manusia. Misalnya, perusahaan yang memilih menunda ekspansi demi mempertahankan kesejahteraan karyawan menunjukkan bahwa laba bukan satu-satunya ukuran keberhasilan. Keputusan tersebut mencerminkan integrasi nilai (prioritas kesejahteraan), empati (memahami kondisi manusia), dan makna moral (tanggung jawab sosial).
Dalam konteks ini, akuntansi menjadi bahasa kehidupan moral. Ia berbicara bukan hanya tentang angka, tetapi tentang cinta, kejujuran, dan rasa kemanusiaan. Akuntansi yang terintegrasi secara aksiologis membantu manusia melihat ekonomi bukan sebagai arena kompetisi semata, melainkan sebagai ruang etis tempat manusia belajar memahami, memberi, dan hidup bersama.
- Aksiologi sebagai Jiwa Hermeneutika Akuntansi
Bagi Dilthey, aksiologi adalah jiwa dari seluruh struktur ilmu manusia. Ia menegaskan bahwa pengetahuan sejati bukan hanya tentang mengetahui, melainkan tentang hidup dengan sadar dan bermoral. Hermeneutika tanpa nilai hanyalah retorika; akuntansi tanpa moral hanyalah perhitungan kosong.
Oleh karena itu, aksiologi menjadi fondasi terakhir dari ilmu akuntansi hermeneutik. Ia memastikan bahwa praktik ekonomi tidak terlepas dari tanggung jawab etis. Ilmu dan nilai harus bersatu: ilmu memberi arah rasional, nilai memberi arah moral.