Mohon tunggu...
Agus Sujarwo
Agus Sujarwo Mohon Tunggu... Guru - Founder Imani Foundation

Founder Imani Foundation

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tuntas Dulu Baru (Kurikulum) Merdeka

21 Juni 2022   13:15 Diperbarui: 21 Juni 2022   13:26 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sama halnya seperti studi filsafat, ranah arsitektur juga memiliki stream yang menjadi anutan para (calon) arsitek mencipta. Salah satunya stream Victor Papanek, arsitek yang mencipta mahakarya bagi masyarakat dunia ketiga. Berikut petikan obrolan dengan Achmad Ferzal, sosok yang begitu mengagumi pemikiran arsitektur ala Papanek.

Boleh dijelaskan tentang desain?

Saya menyelesaikan kuliah di Fakultas Seni Rupa dan Desain, ITB, mengambil jurusan desain produk. Di jurusan ini saya belajar mendesain, mengemas produk yang bermanfaat, menetapkan harga, menjangkau konsumen, juga menjalin hubungan dengan beragam lini industri. 

Dan saat kuliah pula, sebenarnya ada banyak stream yang dijadikan idola oleh masing-masing mahasiswa. Sebagai mahasiswa desain produk, saya sangat mengagumi stream Victor Papanek. 

Seorang guru, penulis, desainer, kelahiran Wina, Austria, yang juga dikenal sebagai desainer anticopyright. Papanek lebih sering merancang karya yang ditujukan untuk masyarakat dunia ketiga, yakni negara-negara di Afrika dan juga di pedalaman. 

Papanek selalu mengedepankan agar para masyarakat di dunia ketiga ini punya sesuatu yang bermanfaat. Itu pula yang menjadikan saya tertarik sehingga akhirnya saya lebih banyak berbicara mengenai konsep ketimbang produk. 

Saat bekerja bersama lembaga NGO pun, saya juga aktif singgah ke berbagai pelosok Tanah Air bahkan ke luar negeri. Pengalaman inilah yang semakin mempertegas passion saya untuk helping people with their own power.

Saat kapan mengalami life's turning point?

Titik perubahan atau turning point saya alami ketika berkunjung ke Desa Seko di Sulawesi Selatan. Saya naik dari Kota Palopo menuju Seko dengan jarak kurang lebih 176 kilometer. Tidak ada jalur pesawat. Saya menginap di hutan, melewati sungai, untuk membantu masyarakat di sana. 

Setelah tiba dan berinteraksi dengan masyarakat, dengan melihat, mengalami, dan merasakan sendiri, saya menyimpulkan bahwa jika ada sesuatu yang harus mereka ubah maka sesuatu itu adalah mindset. Karena jika yang diubah adalah skill, mereka semua punya. Mereka hanya selalu berpikir ajeg. 

Ditambah yang membuat saya agak miris juga berdesir adalah ketika saya mengamati sebuah sekolah. Saya melihat selama beberapa hari anak-anak murid menenteng sepatu lalu masuk ke dalam ruang kelas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun