Sebagai mantan menteri, Nadiem memiliki tanggung jawab moral yang lebih besar. Integritas pejabat publik bukan hanya soal hukum, tetapi juga soal keteladanan. Ketika ia menyatakan tidak melakukan apa-apa, publik menunggu pembuktian. Namun ada satu hal yang tidak bisa dihindari, yaitu fakta bahwa keputusan di kementeriannya berimplikasi langsung pada penggunaan dana triliunan rupiah. Dalam kondisi seperti itu, alasan "tidak tahu" jelas tidak cukup. Masyarakat wajar bertanya siapa yang mengambil keputusan, siapa yang diuntungkan, dan mengapa masukan teknis diabaikan?Â
Kasus ini memperlihatkan bahwa digitalisasi pendidikan ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, digitalisasi memang penting untuk membantu siswa belajar, terlebih saat pandemi. Namun di sisi lain, proyek besar seperti ini sangat rawan disalahgunakan jika tidak diawasi. Laptop yang seharusnya menjadi solusi justru berubah menjadi masalah baru.
Solusi dan Harapan
Menurut saya, inilah momentum untuk berbenah. Pengadaan barang di sektor pendidikan harus dilakukan secara terbuka, bisa dipantau publik, dan diaudit sejak awal. Keputusan strategis tidak boleh hanya dibuat oleh segelintir orang di ruang tertutup. Pendidikan adalah hak rakyat sekaligus milik bersama, sehingga setiap kebijakan harus bisa dipertanggungjawabkan di depan publik.
Kasus ini juga menimbulkan dampak psikologis yang besar. Bagi masyarakat, terutama generasi muda yang sebelumnya mengidolakan Nadiem sebagai simbol "anak muda bisa jadi pemimpin", kasus ini mengecewakan. Citra pejabat bersih kembali tercoreng, sehingga kepercayaan terhadap pemerintah menurun. Bagi guru dan siswa, kondisi ini lebih menyakitkan. Mereka yang sehari-hari masih kekurangan fasilitas, listrik, dan internet, justru menyaksikan triliunan rupiah dana pendidikan hilang tanpa manfaat nyata.Â
Meski begitu, masyarakat sebaiknya tetap tenang. Proses hukum harus dikawal dengan pikiran jernih. Jika Nadiem terbukti bersalah, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Namun jika tidak terbukti, publik harus menerima hasilnya dan memberikan ruang pemulihan nama baik. Yang terpenting, kasus ini tidak boleh berhenti pada satu orang atau dijadikan panggung politik.Â
Penutup
Pada akhirnya, persoalan ini bukan sekadar soal individu, melainkan ujian besar bagi integritas sistem pendidikan, birokrasi, dan hukum di Indonesia. Kita tidak boleh hanya terpaku pada gosip atau drama politik. Yang perlu dipastikan adalah bagaimana dana pendidikan benar-benar digunakan untuk kepentingan siswa, guru, dan sekolah. Laptop, internet, maupun kurikulum memang penting, tetapi yang jauh lebih penting adalah membangun kepercayaan bahwa uang rakyat digunakan dengan jujur, transparan, dan tepat sasaran.Â
Menurut saya pribadi, kasus ini memang pahit. Menyakitkan, karena kita kembali melihat praktik korupsi di sektor pendidikan, sektor yang seharusnya paling dijaga. Namun di balik rasa kecewa itu, saya juga melihat peluang kesempatan untuk mendorong perubahan nyata. Sebagai masyarakat, kita tidak boleh diam. Kita harus berani bersuara, menuntut transparansi, dan ikut mengawasi jalannya kebijakan. Pendidikan adalah masa depan anak-anak bangsa, dan masa depan itu tidak boleh dirampas oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Â
Referensi
CNN Indonesia (2025) Google Buka Suara Soal Kasus Korupsi Laptop Chromebook Nadiem Makarim. 12 Agustus.Â