Mohon tunggu...
Ali Rahman
Ali Rahman Mohon Tunggu... Penggiat UMKM dan Aktivis Lingkungan Hidup

Aktif dalam upaya membangun komunitas UMKM naik kelas dan upaya pelestarian lingkungan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Srikandi Hijau MengEMASkan Indonesia

18 September 2025   09:40 Diperbarui: 18 September 2025   09:43 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan Bank Sampah yang dilakukan Ibu-ibu di Perumahan Bumi Sariwangi Bandung Barat (Sumber: Foto Pribadi)

Problematika Sampah adalah masalah terminologi.  Ketika sampah didefinisikan sebagai produk akhir yang tidak berguna, maka sampah akan menjadi sumber masalah dalam kehidupan.  Tetapi kalo produk akhir yang di persepsikan sebagai sampah adalah materi sisa untuk input proses lainnya dalam kehidupan.  Maka produk sisa tersebut akan diperlakukan dan diolah untuk menjadi bahan baku bagi proses kehidupan selanjutnya.

Jika pemahaman terhadap sampah seperti itu, maka sampah tidak akan menjadi sumber masalah.  Tetapi sampah adalah bagian dari proses kehidupan yang perlu dan penting untuk di kelola agar kehidupan terus berkembang.  Dengan memberikan pemahaman tersebut kepada sampah maka akan muncul tanggung jawab setiap manusia bahwa sampah adalah bahan baku kehidupan.

Semua berawal dari kesalahan berfikir atau gagal faham mayoritas masyarakat terhadap produk akhir yang tersisa.  Baik dalam aktivitas masak dirumah atau restoran atau industri pasti akan di dapatkan bahan residu yang tersisa.  Baik karena kondisi bahan rusak, ukuran tidak sesuai ekspektasi atau karena perilaku konsumen yang ugal-ugalan dalam menggunakan sumber daya sehingga terdapat sisa konsumsi. 

Perilaku manusisa yang berlebihan dalam mengkonsumsi pangan menjadi masalah serius sebagai sumber sampah (Sumber: greenpeace)
Perilaku manusisa yang berlebihan dalam mengkonsumsi pangan menjadi masalah serius sebagai sumber sampah (Sumber: greenpeace)

Perilaku manusia adalah hal utama yang harus diperbaiki untuk menekan jumlah sampah yang dihasilkan dari peradaban sekarang.  Semua bisa dimulai dari hal-hal elementer anggota keluarga dalam memperlakukan produk yang digunakan.  Baik sumber pangan maupun piranti kebutuhan hidup lainnya.  Bagimana etika makan tidak berlebih-lebihan (lapar mata) sehingga tidak menyebabkan sisa makanan yang banyak.  Atau menggunakan produk sandang, peralatan rumah yang lebih mengutamakan fungsi daripada mengikuti trend gaya hidup.  Pola pikir dan pola sikap seperti itu bisa mereduksi jumlah sampah yang dihasilkan di tingkat keluarga.

Prinsip-prinsip re-use, recyle dan reduse harus diinternaisasi sehingga menjadi bagian dari gaya hidup setiap keluarga.  Bagimana perilaku kita ketika berbelanja ke minimarket sekitar rumah selalu membawa kantong belanja sendiri.  Sehingga bisa mengurangi penggunaan jumlah plastik yang berlebihan.  Atau menggunakan (reuse) kaleng atau wadah air mineral sekali pakai untuk pot hidroponik yang dapat menghasilkan sumber pangan sehat.  Kegiatan tersebut sebagai bentuk-bentuk karya produktif yang selain menekan laju pembuangan sampah ke TPA, juga bisa menjadi  sumber pangan sehat dan bergizi (raw food) bagi keluarga.

Pilih dan Pilah Sampah

Salah satu perilaku utama dalam mendukung upaya mengatasai masalah sampah adalah kegiatan pilih dan pilah sampah di tingkat rumah tangga.  Jangan campur adukan sampah organik dan non organik.  Pisahkan dalam wadah khusus untuk sampah organik. Sampah organik bisa dijadikan sumber bahan baku kompos.  Ini adalah pola pikir yang harus dibangun.  Bahwa sisa bahan pangan yang tidak digunakan manusia merupakan bahan baku untuk siklus pertumbuhan tanaman dalam bentuk kompos.  

Sementara sampah non organik bisa dipilih dan pilah lagi menjadi beberapa kategori.  Sehingga bisa masuk sebagai bahan baku bagi kegiatan industri pengolahan produk lanjutan.  Misalnya plastik dari kantong keresek atau sumber kemasan lainnya.  Ketika sudah dikelompokan akan memberikan kontribusi kepada industri pengolahan biji plastik.  Hal yang sama untuk sampah berwujud kertas dan kerdus juga akan menjadi bahan baku untuk indutri kemasan.

Kategorisasi sampah dari aktivitas pilih dan pilah dapat dilakukan di tingkat rumah tangga (Sumber: foto pribadi)
Kategorisasi sampah dari aktivitas pilih dan pilah dapat dilakukan di tingkat rumah tangga (Sumber: foto pribadi)

Jadi semua akan berputar dalam siklus industri yang akan terus memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.  Sekali lagi kesadaran ini yang tidak mudah dibangun di setiap rumah tangga.  Perlu internalisasi nilai bagi segenap anggota keluarga dalam memperlakukan sampah. Internalisasi nilai dan penyediaan infrastruktur tempat sampah berbagai ketegori akan memudahkan perubahan perilaku (habbit)  dalam mengelola sampah di tingkat individu.

Bank Sampah Sebagai Tangga Pertama

Adanya kelembagaan bank sampah di setiap komplek perumahan adalah conditio sine quanon dalam menyelesaikan masalah sampah dengan pola pemberdayaan.  Perlu intervensi kebijakan pemerintah untuk tahap awal dalam memfasilitasi lahirnya Bank Sampah.  Modal gotong royong sebagai salah satu identitas bangsa nusantara yang bisa di "eksploitasi" untuk menumbuhkan modal sosial bagi lahirnya bank sampah.

Dan, ada satu lagi kunci kesuksesan bank sampah yaitu hadirnya "emak-emak" yang akan menjadi motor utama kegiatan bank sampah.  Emak-emak akan menjadi tenaga penggerak utama dari sukses atau  tidaknya kiprah bank sampah.  Peran strategis emak-emak selain membantu dalam meng-internalisasi kepedulian anggota keluarga dalam kegiatan pilih dan pilah sampah.  Tetapi juga sebagai srikandi hijau yang akan menjadi pengurus inti dalam kelembagaan bank sampah.

Ibu-ibu Srikandi Hijau menjadi motor penggerak utama dari aktivitas Bank Sampah (Sumber: foto pribadi)
Ibu-ibu Srikandi Hijau menjadi motor penggerak utama dari aktivitas Bank Sampah (Sumber: foto pribadi)

Para Srikandi Hijau itulah yang akan melakukan sosialiasi, edukasi dan tenaga penggerak dalam kepengurusan bank sampah. Kegiatan pemilahan, penimbangan dan pengadministrasian kegiatan bank sampah akan dilakukan oleh mereka.  Kegiatan pengumpulan sampah non organik dilakukan setiap minggu atau setiap bulan disesuaikan dengan volume rata-rata pengumpulan sampah di tingkat rumah tangga.  Jika anggota semakin banyak maka interval pengumpulan dan pengangkutan akan semakin sering.

Disinilah mulai akan terbentuk ekosistem bank sampah yang semakin produktif.  Ada nilai atau harga setiap kategori sampah yang dikelompokan.  Akumulasi dari nilai itulah yang akan menautkan program bank sampah dengan program Pegadaian mengEmaskan Indonesia.  Setiap anggota rumah tangga yang tergabung dalam Kelembagaan Bank Sampah akan memiliki buku tabungan emas.  Akumulasi rupiah yang dicatatkan dalam buku tabungan sebagai hasil penjualan sampah sesuai kategori sampah yang dihasilkan akan menjadi modal untuk membeli emas.

Sosialisasi Program Tabungan Emas dari Pegadaian kepada pengurus Bank Sampah Sariwangi (Sumber: foto pribadi)
Sosialisasi Program Tabungan Emas dari Pegadaian kepada pengurus Bank Sampah Sariwangi (Sumber: foto pribadi)

Kerjasama Bank sampah RW 16 Desa Sariwangi Bandung Barat dengan Pegadaian telah dilakukan untuk program tabungan emas. Kegiatan tersebut diinisiasi oleh Koperasi Warga Perumahan Bumi Sariwangi.  Dalam acara sosialsiasi tabungan emas disampaikan manfaat dan skema kerjasama yang bisa dilakukan bank sampah dalam mengadopsi sistem tabungan emas.

ESG Pegadian

Pegadaian sebagai BUMN tentu sangat concern dengan penerapan ESG (environmental, social dan governance).  Kegiatan sinergisitas antara Pegadaian dengan komunitas bank sampah merupakan langkah strategis dalam mewujudkan ESG.  Pegadaian hadir untuk mengakselerasi dan memberikan insight kepada pengurus dan anggota bank sampah agar lebih peduli dengan lingkungan.  Termasuk adanya inovasi program pegadaian MengEmaskan Indonesia yang dikemas dalam program tabungan emas sebagai bentuk apresiasi Pegadaian dengan Bank sampah.

Kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan antara lain dengan memberikan stimulus CSR (corporate social responsiblity) dalam bentuk bantuan alat (timbangan, mesin compresor) atau bahkan berupa kendaraan bermotor roda 3 untuk kegiatan pengumpulan sampah dari setiap rumah tangga.  Selain juga program literasi keuangan untuk membantu warga yang tergabung dalam kelembagaan bank sampah dalam mengadministrasikan pembukuan dan laporan keuangan. 

Adanya kerjasama antara Pegadaian dan Bank Sampah dengan ragam kegiatan yang terstruktur dan sistematis akan menjamin bahawa program bank sampah akan tercapai dengan baik.  Kegiatan monitoring, evaluasi bahkan pelatihan serta dukungan alat akan membantu dalam akselerasi penyelesaian masalah sampah berbasis komunitas.  Hadirnya sistem dan tata kelola penanganan sampah berbasis komunitas dengan model pemberdayaan akan menjadi model dalam tata kelola dalam penyelesaian masalah sampah di Indonesia.

Kedepan Pegadaian dapat mereplikasi model tersebut tidak hanya di tingkat komplek perumahan.  Tetapi bisa diaplikasikan untuk mengatasi masalah sampah di perkantoran atau pusat-pusat perbelanjaan.  Jika ini dilakukan maka bukan hanya pencapaian ESG Pegadaian yang sukses tetapi pegadian telah hadir memberikan solusi penting dalam menyelsaikan masalah sampah di Indoensia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun