Tapi kamu tau gak? Menariknya, riset dari Hardy et al. (2009)Â dalam jurnal The Sport Psychologist menyebutkan bahwa self-talk berpengaruh signifikan terhadap performa kognitif dan fisik seseorang, terutama dalam kondisi penuh tekanan. Dalam studi mereka terhadap atlet, penggunaan self-talk yang tepat terbukti meningkatkan fokus dan kontrol emosional.
Studi yang dilakukan oleh Tod et al. (2011) dalam International Review of Sport and Exercise Psychology menyatakan bahwa intervensi berbasis self-talk dapat memperbaiki performa sekaligus mengurangi kecemasan, terutama jika dilakukan secara terstruktur.
Tapi Hati-Hati, Ada Self-Talk yang Bisa Merusak
Nggak semua self-talk itu positif. Kadang, kita tanpa sadar justru menanamkan kata-kata negatif yang bikin perasaan makin kacau.
Misalnya:
"Aku nggak pernah bisa ngelakuin ini dengan benar."
"Aku pasti gagal."
"Orang lain jauh lebih hebat dari aku."
Self-talk negatif semacam ini bisa memperkuat perasaan minder, cemas, bahkan memperparah gejala depresi. Faktanya, penelitian oleh Brinthaupt et al. (2009) dalam Journal of Research in Personality menunjukkan bahwa frekuensi dan jenis self-talk sangat berkaitan dengan tingkat stres, kecemasan, dan citra diri negatif. Orang yang sering melakukan self-talk negatif cenderung lebih rentan terhadap gangguan psikologis.
Studi dari Nolen-Hoeksema (2003) juga bilang hal yang serupa sama Brinthaupt dkk. dalam Journal of Abnormal Psychology Nolen-Hoeksema mengungkapkan bahwa self-talk yang bersifat rumination atau mengulang-ulang pikiran negatif dapat memperburuk gejala depresi dan memperlama proses pemulihan emosional.