Aku tak menyerah. Aku coba mencari lagi pekerjaan lepas yang mudah.
"Aha. Ketemu. Hanya menjawab survei? Mudah ini," kataku.
Aku coba mencari tahu tentang platform yang memberikan kuisioner untuk dijawab. Setiap kuis akan mendapat royalti. Aku semakin bersemangat. "Hanya menjawab dengan jujur, tak ada benar atau pun salah. Sangat mudah," kataku semangat.
Tapi, lagi-lagi aku mundur. Data ini tak tahu untuk apa nantinya, terlalu umum. Pertanyaannya pun terlalu masalah pribadi. Kuis-kuis ini serasa bertentangan dengan kata hatiku.
Aku tak lagi menyerah, masih banyak yang bisa kucoba. Aku melihat di sebuah proyek ada yang menawari menyalin teks dari gambar yang diposting di Instagram.
"Ini mudah, tinggal menyalin," kataku semangat.Â
Kutawarkan harga yang lebih rendah dari pelamar lain. "Alhamdulillah," aku girang, akulah yang terpilih.
Kumulai membuka akun yang dikirimkan pemberi kerja. Ku lihat satu persatu satu postingan sampai hampir akhir. Belum sampai akhir. Sudah ada hampir 800 postingan padahal belum terbawah. Aku hanya diberi 5 hari untuk menyalin  sebanyak itu. Aku tak sanggup, aku mundur.
Saatnya berburu pekerjaan lepas lain. "Oh iya, aku suka membaca cerpen," kataku pada diriku sendiri.
Kumulai mencari berbagai info tentang cerpen atau artikel yang mendapat bayaran. Kutulis beberapa media online yang memberikan bayaran untuk sebuah tulisan.
"Tinggal menulis, mudah," kataku dalam hati.