Media sosial sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan Gen Z. Generasi yang lahir antara tahun 1997 dan 2012 ini dikenal sangat fasih dalam memanfaatkan teknologi digital. Salah satu fenomena menarik yang kerap muncul dalam penggunaan media sosial oleh Gen Z adalah kepemilikan "second account" atau akun kedua di platform seperti Instagram. Akun kedua ini biasanya digunakan untuk mengunggah konten-konten yang lebih pribadi dan tidak formal, berbeda dari akun utama yang sering kali terlihat lebih "rapi" dan dikurasi dengan baik.
Mengapa Gen Z Memiliki Second Account?
Menurut beberapa psikolog, seperti Dian R. Sawitri, guru besar di Universitas Diponegoro, fenomena memiliki akun kedua ini mungkin merupakan respons terhadap tekanan sosial yang dirasakan generasi ini di dunia maya. Akun utama sering digunakan untuk menampilkan versi diri yang terbaik---sebuah persona yang sering diidealkan oleh orang lain, sehingga menghasilkan tekanan tersendiri. Akun kedua memungkinkan Gen Z mengekspresikan diri dengan lebih bebas tanpa rasa takut akan penilaian dari orang lain.
"Ada kecenderungan bagi Gen Z untuk merasa perlu menyembunyikan sisi asli mereka di akun utama dan menampilkan 'versi yang lebih sempurna'," kata Dian R. Sawitri. "Namun, sisi yang lebih personal dan 'tidak sempurna' ini akhirnya mereka tuangkan di second account, di mana hanya orang-orang terdekat yang bisa melihatnya."
Kaitannya dengan Gejala Depresi
Namun, beberapa penelitian juga mengungkapkan bahwa perilaku seperti ini bisa menjadi tanda dari adanya gejala depresi. Menurut psikolog, membagi kehidupan antara dua persona di media sosial bisa menjadi tanda bahwa seseorang sedang bergumul dengan rasa ketidakamanan, harga diri yang rendah, atau bahkan perasaan tidak mampu mengatasi tekanan sosial. Beberapa studi bahkan mengaitkan perilaku seperti ini dengan perasaan terisolasi dan kesehatan mental yang terganggu.
Gen Z sering kali berusaha mencari validasi melalui media sosial. Ketika tekanan untuk tampil sempurna di akun utama terlalu besar, mereka mungkin merasa lebih nyaman mengekspresikan diri dengan jujur di akun kedua. Namun, jika pola ini berlanjut, hal itu bisa menjadi gejala dari masalah yang lebih mendalam, seperti depresi.
Pengaruh Media Sosial terhadap Kesehatan Mental Gen Z
Media sosial adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, media sosial memungkinkan keterhubungan, ekspresi diri, dan kesempatan untuk belajar banyak hal baru. Di sisi lain, media sosial juga bisa menjadi sumber tekanan emosional, terutama ketika seseorang merasa harus tampil sempurna setiap saat. Gen Z, yang tumbuh besar bersama perkembangan teknologi ini, sangat rentan terhadap perbandingan sosial---sebuah fenomena di mana seseorang terus-menerus membandingkan hidupnya dengan hidup orang lain berdasarkan apa yang mereka lihat di media sosial.
Beberapa riset menyebutkan bahwa semakin sering seseorang membandingkan dirinya dengan orang lain di media sosial, semakin tinggi risiko depresi dan kecemasan yang mereka alami. Ini karena media sosial sering kali hanya menampilkan sisi terbaik dari hidup seseorang, sehingga memunculkan ilusi bahwa kehidupan orang lain selalu lebih baik. Bagi mereka yang sudah rentan terhadap masalah kesehatan mental, ini bisa memperburuk keadaan.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Jika memiliki second account adalah bagian dari cara Gen Z untuk menjaga kesehatan mental mereka, psikolog menyarankan pentingnya menjaga keseimbangan antara penggunaan media sosial dan interaksi di dunia nyata. Dr. Sawitri menyarankan agar anak muda tidak hanya fokus pada pencapaian dan penampilan yang mereka bagikan di media sosial, tetapi juga pada kesehatan emosional mereka.
Media sosial tidak seharusnya menjadi tempat di mana mereka mencari validasi atau penghargaan atas diri mereka sendiri. Penting bagi Gen Z untuk mencari dukungan dari orang-orang terdekat di dunia nyata dan fokus pada pertumbuhan pribadi yang tidak selalu harus diukur dari jumlah likes atau komentar.
Kepemilikan second account oleh Gen Z adalah fenomena yang mencerminkan banyaknya tekanan sosial yang mereka rasakan dalam dunia maya. Meskipun second account mungkin terlihat sebagai solusi untuk melarikan diri dari realitas yang terlalu sempurna di media sosial, fenomena ini juga bisa menjadi indikasi masalah yang lebih serius, seperti gejala depresi. Dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan mental, penting bagi Gen Z untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan memahami bahwa nilai diri mereka tidak diukur dari bagaimana mereka terlihat di dunia maya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI