Mohon tunggu...
ALI AKBAR HARAHAP
ALI AKBAR HARAHAP Mohon Tunggu... Kader HMI

Buat video youtube

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Membaca Alam sebagai Teks Ilahi: Semiotika Islam dan Kesadaran Tauhid

8 Oktober 2025   16:01 Diperbarui: 8 Oktober 2025   16:01 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semiotika Islam: Membaca Tanda-Tanda Ilahi dalam Realitas Sosial

Oleh: Ali Akbar Harahap, S.Kom., M.Sos.

Pendahuluan

Dalam tradisi intelektual Islam, alam semesta tidak pernah dianggap sebagai benda mati yang hampa makna. Ia adalah teks terbuka yang dipenuhi tanda-tanda (ayat) yang menunjuk kepada Sang Pencipta. Oleh karena itu, semiotika Islam bukanlah sekadar teori tanda dalam konteks linguistik, tetapi cara berpikir yang menafsirkan dunia melalui kesadaran teologis.

Jika dalam semiotika Barat seperti Ferdinand de Saussure dan Roland Barthes tanda dipahami sebagai relasi antara penanda (signifier) dan petanda (signified), maka dalam Islam konsep tanda telah termaktub dalam Al-Qur'an sejak awal. Islam melihat tanda bukan hanya sebagai konstruksi bahasa, tetapi juga sebagai manifestasi eksistensi Tuhan di alam raya.

Konsep Dasar: Ayat sebagai Tanda

Kata ayat dalam Al-Qur'an berarti "tanda", baik tanda kebesaran Tuhan dalam alam semesta maupun tanda kebijaksanaan dalam wahyu.

Allah berfirman:

"Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang-orang berakal."

(QS. Ali Imran [3]:190)

Ayat di atas menunjukkan bahwa seluruh realitas kehidupan adalah teks yang dapat dibaca oleh manusia berakal (ulul albab). Dalam konteks semiotika Islam, membaca tanda berarti membaca pesan Ilahi di balik fenomena duniawi.

Semiotika Islam vs Semiotika Barat

Dalam pemikiran Ferdinand de Saussure, tanda terbentuk dari dua unsur utama: signifier (penanda) dan signified (petanda). Sementara itu, Charles Sanders Peirce memperluasnya dengan menambahkan interpretant (penafsir). Namun dalam paradigma Islam, ketiganya tidak berdiri netral, melainkan berlandaskan nilai tauhid.

Unsur SemiotikaSemiotika BaratSemiotika Islam

Penanda (Signifier)Simbol, kata, fenomenaFenomena alam dan kehidupan sebagai ayat

Petanda (Signified)Makna yang dihasilkanMakna moral dan spiritual yang mengarah kepada Tuhan

Penafsir (Interpretant)Rasionalitas manusiaAkal dan hati yang dibimbing oleh iman

Dengan demikian, semiotika Islam menempatkan iman sebagai kerangka epistemologis. Penafsiran tanpa iman akan menghasilkan makna yang parsial, sedangkan iman tanpa akal akan menutup ruang pemaknaan yang dinamis.

Al-Qur'an sebagai Sistem Semiotik Ilahi

Al-Qur'an adalah teks yang menyatukan makna literal dan simbolik. Misalnya, kisah Nabi Yusuf tidak hanya berisi narasi sejarah, tetapi juga simbol perjalanan spiritual manusia menuju kemuliaan melalui ujian.

Ayat lain menegaskan:

 "Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang yakin, dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?"

(QS. Adz-Dzariyat [51]:20 - 21)

Ayat ini menegaskan bahwa tanda-tanda Tuhan tidak hanya terbentang di langit dan bumi, tetapi juga tersimpan dalam diri manusia. Karenanya, semiotika Islam adalah upaya membaca diri dan alam dengan panduan wahyu.

Semiotika Sosial dalam Islam

Dalam perspektif sosial, semiotika Islam dapat digunakan untuk membaca fenomena budaya dan politik sebagai manifestasi nilai tauhid atau penyimpangannya.

Simbol-simbol modern seperti kemewahan, gaya hidup konsumtif, hingga ekspresi politik identitas bisa dimaknai sebagai tanda-tanda perubahan nilai masyarakat.

Tugas intelektual Muslim bukan sekadar mengamati tanda, tetapi mengembalikan maknanya kepada pusat nilai ilahiah. Di sinilah konsep ta'wil (penyingkapan makna batin) menjadi penting  bukan sekadar tafsir literal, melainkan pencarian makna spiritual di balik simbol.

Kesimpulan

Semiotika Islam mengajarkan bahwa kehidupan adalah ruang penuh makna yang dipenuhi tanda-tanda Tuhan. Membaca tanda berarti menafsirkan dunia dengan panduan wahyu dan kesadaran spiritual.

Jika semiotika Barat berakhir pada dekonstruksi makna, maka semiotika Islam berujung pada rekonstruksi makna menuju Tuhan.

Dalam dunia modern yang sarat simbol palsu dan makna terpecah, semiotika Islam hadir untuk mengingatkan manusia agar kembali membaca tanda-tanda Ilahi di balik segala peristiwa kehidupan.

Daftar Pustaka

1. Al-Qur'an al-Karim.

2. Barthes, Roland. Elements of Semiology. New York: Hill and Wang, 1968.

3. Peirce, Charles Sanders. Collected Papers of Charles Sanders Peirce. Harvard University Press, 1931 - 1958.

4. Abu Zayd, Nasr Hamid. Tekstualitas Al Qur'an. Jakarta: Paramadina, 2001.

5. Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam and Secularism. Kuala Lumpur: ISTAC, 1993.

6. Arkoun, Mohammed. The Unthought in Contemporary Islamic Thought. London: Saqi Books, 2002.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun