Mohon tunggu...
ALI AKBAR HARAHAP
ALI AKBAR HARAHAP Mohon Tunggu... Kader HMI

Buat video youtube

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Karya Tulus: Menjembatani Ilmiah dan Populer

21 September 2025   17:51 Diperbarui: 21 September 2025   17:51 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karya Tulus: Ilmiah dan Populer

Oleh: Ali Akbar Harahap, S.Kom, M.Sos

Sebuah karya lahir dari niat dan proses. Namun, kualitas sebuah karya tidak hanya diukur dari bentuk fisik atau jumlah pembaca, melainkan dari ketulusan pengarangnya. Karya yang tulus akan menemukan jalannya, baik dalam ranah ilmiah maupun populer.

Karya ilmiah adalah karya yang dibangun dengan landasan teori, metodologi, dan data yang dapat diverifikasi. Ia lahir dari proses panjang pencarian kebenaran, diskusi akademik, dan pengujian hipotesis. Menurut Creswell (2018), karya ilmiah harus memenuhi prinsip sistematis, objektif, dan rasional.

Sementara itu, karya populer lebih dekat dengan bahasa sehari-hari, ringan, dan mudah dipahami masyarakat luas. Meski sederhana, karya populer yang berkualitas tetap memerlukan riset, ketajaman analisis, dan kepekaan sosial agar tidak jatuh pada kesan dangkal.

Perbedaan karya ilmiah dan populer tidak lantas menciptakan jurang pemisah. Keduanya dapat saling melengkapi. Sebuah karya ilmiah yang disampaikan dengan gaya populer akan lebih mudah diterima publik, sementara karya populer yang bersandar pada riset ilmiah akan lebih kokoh secara intelektual.

Karya tulus menembus batas formalitas. Ketika seorang penulis menulis dengan niat memberi manfaat, maka baik karya ilmiah maupun populer akan menemukan pembacanya. Dalam Islam, amal yang ikhlas karena Allah menjadi kunci keberkahan dan keberlangsungan karya (QS. Al-Bayyinah: 5).

Dalam sejarah, banyak karya besar lahir dari ketulusan. Ibnu Sina menulis Al Qanun fi al Tibb bukan hanya sebagai dokumen medis, tetapi juga sebagai sumbangan tulus untuk peradaban. Begitu pula Ki Hajar Dewantara menulis gagasan pendidikan nasional dengan niat membebaskan bangsanya dari kebodohan.

Di era digital, kebutuhan akan karya tulus semakin besar. Banjir informasi membuat masyarakat sulit membedakan antara konten berkualitas dan sekadar sensasi. Penulis yang tulus, baik di ranah ilmiah maupun populer, akan menghadirkan karya yang mencerahkan, bukan menyesatkan.

Karya tulus juga ditandai dengan keberpihakan pada kebenaran dan kemanusiaan. Ia tidak lahir dari ambisi pribadi semata, melainkan dari kesadaran bahwa tulisan adalah amanah untuk memberi manfaat. Inilah yang membedakan karya abadi dengan sekadar tren sesaat.

Dalam konteks pendidikan, karya tulus penting sebagai teladan. Mahasiswa dan pelajar yang terbiasa menulis dengan niat ikhlas akan melahirkan generasi akademisi sekaligus komunikator publik yang berintegritas. Ketulusan membentuk karakter sekaligus kualitas karya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun