Mohon tunggu...
Ali NR
Ali NR Mohon Tunggu... Buruh - Penulis

Tetap semangat sampai tujuan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sudut Gelap Sang Ustazah

22 Desember 2020   23:45 Diperbarui: 22 Desember 2020   23:44 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam begitu dingin dan sunyi, entah kenapa malam ini rasanya begitu mencekam, tidak seperti biasanya bahkan suara jangkrik yang biasanya ramai berdendang pun kini seperti enggan memamerkan suaranya.


Di sudut kota seorang bocah berlari kencang memasuki gang-gang sempit demi untuk bisa menyelamatkan diri dari kejaran warga yang sudah memergokinya mencuri uang dari pedagang kaki lima.


Bocah itu terus berlari dengan darah yang mulai merembes dari telapak kakinya yang tanpa alas. Sementara tak jauh di belakangnya para pemuda dengan berwajah sangar terus mengejarnya seakan tak ada ampun bagi sipencuri kecil itu.


Lolongan anjing menyalak begitu keras seakan tak mau ketinggalan untuk bersaing dengan teriakan para pemburu bocah itu, dan sepertinya nasib baik belum berpihak pada sibocah, ia terjebak di gang buntu sedangkan para pengejarnya hanya tinggal beberapa meter saja dari tempatnya.


Dengan wajah panik penuh ketakutan sang bocah terus berusaha mencari jalan agar bisa selamat.


Wajahnya mulai terlihat pucat oleh rasa takut yang luar biasa hebat. Tubuhnya menggigil tersandar pada sudut tembok penuh kepasrahan, namun wajah ibunya yang sedang sakit keras dan menunggu kepulangannya dengan membawa obat seketika membayang di kelopak mata.



Entah setan apa yang telah merasukinya ia seperti mendapatkan kekuatan magis, sorot matanya yang merah tajam semakin berkobar laksana api. Gadis kecil itu segera bangkit lalu diambilnya sepotong kayu balok dan dengan gagahnya langsung mencegat para pengejarnya.


Dengan membabi buta dipukulkannya kayu yang ada di genggamannya, namun karena kalah jumlah anak itu pun bisa dilumpuhkan. Dan ditinggalkan begitu saja seperti layaknya seekor binatang yang menjijikan.


Dengan tubuh penuh luka sang bocah berusaha untuk bangkit, ditangan kirinya masih menggenggam sepotong roti dan uang receh sepuluh ribu hasil curiannya.


Malam itu adalah awal dari sejarah panjang perjalanan kelamnya, dengan langkah terhuyung ia berjalan menuju tempat dimana ia meninggalkan ibunya di rumah.


"Bu aku pulang." Sapanya ta betapa terkejutnya Dia begitu melihat tubuh ibunya sudah terbaring di laintai ia segera berlari memburunya dan mencoba membangunkannya Tapi tubuh itu tetap diam tak bernyawa lagi.


"Ibuuuuuu.!! Teriaknya sampai akhirnya ia pun terbangun dari tidurnya.


"Kak Anna mimpi buruk lagi yah, tiba-tiba terdengar suara gadis menggema di telinganya dan dilihatnya Sifa sudah duduk di tepi ranjangnya.


Malam masih teramat sunyi dan senyap selain suara jangkrik yang terdengar hanyalah desahan napas kegelisahan yang terus membayangi wajah sang ustazah Anna terlebih lagi di pesantren tempatnya mengajar sedang ada persengketaan lahan dari sang ahli waris yang tiba-tiba muncul dan mulai mengusik ketenangan pesantren.


Ia mendesah dan segera mengajak Sifa untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat malam, sementara jam dinding telah berdentang selama tiga kali sebagai tanda malam telah bergeser mendekati pagi. Keresahan kini telah bertambah seiring dengan mimpi-mimpi masa lalunya yang terus membayangi pikirannya.


Pagi itu setelah sholat subuh ustazah Anna, bergegas menemui Pak kyai guna menceritakan segala kegundahannya terlebih rasa sakit dikepalanya belakangan ini juga sering kumat.


Hari itu ustazah Anna meminta ijin untuk meninggalkan pesantren selama beberapa hari. Tapi tak disangka itu adalah awal bencana untuk dirinya, sebab rahasia masalalunya terbongkar tentang siapa dia yang sebenarnya. Pagi itu secara tidak sengaja Sifa menemukan sebuah surat kabar lama yang sengaja disembunyikan ayahnya di antara tumpukan kitab pribadi ayahnya.


Sungguh betapa terkejutnya ia ketika tahu isi dari surat kabar itu yang memuat berita tentang kejahatan sang ustazah dimasa lalu.


Dengan perasaan penuh kecewa ia segera kembali menemui ustazah Anna dan ayahnya yang masih mengobrol diruang tamu.


"Abi apa artinya semua ini.? Tanya Sifa sembari menyerahkan surat kabar itu pada ayahnya, pak kyai mendesah lalu memerintahkan putrinya itu duduk.


"Hmm, jadi kamu sudah tahu semuanya ndo."


"Jadi benar bih, desas desus yang selama ini Sifa dengar, kalau dipesantren ini ada penjahat, tapi kenapa harus kak Anna bih, kenapa." tangis Sifa pun tak terbendung lagi, ada sedikit perasaan kecewa yang kini menyelimuti hatinya, sedangkan sang ustazah Anna hanya bisa diam.


"Ndo abi ngerti kamu pasti kecewa setelah tahu semua ini, tapi satu hal yang perlu kamu ketahui ndo, mungkin dulu ustazah Anna memang seorang penjahat yang paling disegani, tapi kamu kan bisa lihat sekarang dia sudah bertobat dan menjadi seorang ustazah, dan kita sebagai sesama muslim harus mendukungnya bukan malah menjauhi apalagi memusuhinya ndo."


"Abi, Sifa ngerti kalau soal itu tapi kalau sampai berita ini keluar pesantren itu akan merusak nama baik pesantren kita bih, apalagi sekarang pesantren ini sedang dalam persengketaan kalau mereka tahu dipesantren ini ternyata ada salah satu ustazahnya seorang mantan penjahat ini bisa menambah citra buruk pesantren bih."


"Maaf romo kyai, sejujurnya saya masih belum ingat siapa saya sebenarnya, tapi kalau memang keberadaan saya di sini akan menimbulkan masalah mungkin sebaiknya saya keluar saja dari sini romo." kata ustazah Anna mencoba mencari jalan tengah.


Sebenarnya pada awalnya pak kyai ragu untuk memberikannya ijin mengingat ingatan ustazah Anna yang belum pulih yang disebabkan benturan keras di kepalanya beberapa tahun yang lalu, dan bukan hanya itu saja, sebenarnya pak kyai juga tahu jika diluar sana ustazah Anna tidaklah aman.


Akan tetapi karena sang ustazah sedikit memaksa, pak kyai pun memberinya ijin meski ada rasa khawatir yang menyelimuti hatinya.


Setelah keluar dari pesantren sang ustazah langsung mendatangi salah satu teman kenalannya, namun ia tak menyadari kalau sejak ia keluar dari pesantren ada sepasang mata yang terus mengawasi gerak geriknya. Tatapan itu sangat tajam bahkan seperti menyimpan sebuah dendam yang membara.


Malam itu ustazah Anna berjalan menyelusuri kota yang begitu ramai dengan segala pernak pernik lampu jalanan dan aktifitas dari para pelancong yang ingin menghabiskan waktu atau sekedar untuk mengisi perut mereka yang kosong.


Ustazah Anna duduk di bangku panajang taman kota, namun baru saja ia ingin bersantai sekelompok pemuda berwajah garang langsung mengepungnya.


"Merpati utara, bagus akhirnya kamu muncul juga dari persembunyianmu." celoteh salah satu dari mereka, mungkin dia adalah ketua dari kelompok itu. Ustazah Anna diam tanpa memperdulikan kata-kata dari mereka sebab sejujurnya ia tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh mereka.


"Sebaiknya kamu ikut kami untuk ketemu dengan bos besar." kembali terdengar suara mereka menggema. Ustazah Anna bangkit dari tempat duduknya, ditatapnya satu persatu wajah mereka, dan seketika itu juga ia seperti menemukan penggalan-penggalan wajah mereka yang terasa tidak asing di ingatannya meski tidak terlalu jelas dan bersamaan dengan itu ia seperti merasakan ribuan jarum menusuk nusuk kepalanya hingga mengakibatkan sakit yang luar biasa.


Ia terhuyung kedepan sembari memegangi kepalanya dan hampir saja membuatnya terjatuh. Entah darimana datangnya tiba-tiba sebuah pukulan mendarat ditengkuknya dan membuatnya jatuh tersungkur dan tak sadarkan diri.


Dan tanpa menunggu perintah mereka langsung membawa tubuh ustazah Anna masuk kedalam mobil dan meluncur meninggalkan tempat itu.


Malam semakin larut sementara di sebuah rumah petak nampak seorang gadis sedang gelisah entah apa yang sudah membuatnya seperti itu hampir setiap lima belas menit selali ia melihat kearah jam tangannya seperti ada yang sedang di tunggunya.


"Ini ustazah Anna kemana sih, sudah malam begini kok belum pulang juga." gerutunya, ia bangkit dari tempat duduknya dan melangkah menuju jendela lalu mengintipnya keluar barang kali orang yang ditunggunya sedang berjalan menuju kearahnya. Tapi kali ini pun ia tak menemukan apa-apa di luar sana.


Sementara di dalam sebuah gedung tua tampak seorang perempuan dengan kedua tangan terikat di atas bangku duduk lemas tak sadarkan diri, disekelilingnya telah berdiri mengelilinginya orang-orang berwajah garang yang selalu siap siaga.


Di depannya seorang laki-laki duduk menatapnya dengan tajam, dengan sebatang rokok yang terselip di antara celah bibirnya.


"Siram Dia...! Teriaknya dengan keras dan tanpa menunggu perintah sampai dua kali salah satu anak buahnya langsung bergegas melaksanakan perintahnya.


Pelan-pelan perempuan itu mulai membuka matanya dan dengan tatapan yang masih sedikit nanar, ditatapnya laki-laki yang ada dihadapannya.


"Merpati utara mau kau rubah seperti apapun dirimu kamu pikir aku tidak bisa mengenalimu." kata laki-laki itu dengan suara yang berat sembari meremas tangannya seakan siap menghajarnya tanpa ampun.


"Apa yang kamu inginkan dariku, cepat lepaskan aku."


"Tenang-tenang permainan belum berakhir kawan, aku masih punya hadiah istimewa untukmu, bawa dia masuk.! Teriak laki-laki itu pada anak buahnya dan sekejab, beberapa orang langsung masuk dengan membawa seorang gadis dengan tubuh terikat.


"Sifaa, gumamnya pelan ;lepaskan Dia, Dia tidak tahu apa-apa dengan urusan kita, cepat lepaskan Dia." Teriak ustazah Aana sembari meronta berusaha melepaskan ikatannya.


"Kak Anna tolong sifa, sifa takut kak," Rintih gadis itu dengan wajah pucat penuh ketakutan.


"Cepat lepaskan adikku, Dia tidak tahu apa-apa, awas kalau sampai kalian berani melukainya aku bersumpah sampai keujung neraka pun aku akan mengejar kalian." Teriak sang ustazah sembari terus meronta berusaha untuk melepaskan ikatannya.


"Haey tenang-tenang, santai, aku pasti akan melepaskan Dia tapi dengan satu syarat."


"Apa maumu.!


"Kembalikan berlianku yang sudah kamu curi atau gadis ini yang akan menanggung akibatnya."


Sang ustazah hanya bisa diam sebab dia tahu siapa orang yang ada dihadapannya dialah srigala hitam bos mafia yang paling disegani dikalangan dunia hitam. Ia terkenal sangat kejam dan tak segan-segan membunuh siapa saja yang berani menentangnya.


"Baik akan aku kembalikan tapi lepaskan Sifa dulu."


"Jangan khawatir bos, ada barang maka Dia aku lepaskan tapi kalau kamu berani menghianatiku lagi maka kamu akan tanggung akibatnya."


"Baik besok kita ketemu di pelabuhan akan aku bawa barangmu kesana."


Bos mafia itu segera melepaskan Sang ustazah dan memerintahkan beberapa anak buahnya untuk mengikuti dan mengawasinya.


Di bibir pantai pelabuhan Sepasang mata merah begitu berbinar-binar seperti seekor serigala yang siap menerkam dan mencabik-cabik mangsanya. Mata yang penuh dengan api dendam dan amarah yang bergejolak.


"Dimana barangku.? Teriak bos mafia itu.


"Berlianmu ada di sini, tapi lepaskan dulu Sifa maka kamu akan dapatkan kembali berlianmu."


Sang bos segera memberikan isyarat pada anak buahnya untuk maju dengan membawa Sifa yang ditutupi mukanya dengan kain.


"Tungguu.! Buka penutup wajahnya agar aku yakin itu Sifa."


Begitu tutup kepala dibuka, Sifa langsung berteriak meminta tolong."


"Kak Anna tolong Sifa kak, Sifa takut kak."


Setelah kedua kelompok itu melakukan pertukaran, Serigala hitam langsung memerintahkan anak buahnya untuk menyerang merpati utara. Dua kelompok itupun kembali bertarung tapi karena kalah jumlah akhirnya merpati utara pun mulai kewalan, dengan tubuh yang penuh luka dan darah yang terus mengucur dari tubuhnya ia masih mencoba bertahan danelindungi Sifa.


Tatapannya mulai nanar untunglah pada detik-detik terakhir itu polisi datang dan segera mengamankan tempat itu. Sifa terus menangis sembari memeluk tubuh merpati utara yang sudah terkapar lemas. Kyai Mustofa dan gagak hitam langsung menghampirinya.


"Pak kyai maafkan saya, karena selama ini saya sudah berbohong sama pak kyai tentang siapa saya sebenarnya."


"Sudahlah ustazah, jangan banyak bicara dulu, kita harus segera kerumah sakit lukamu cukup parah."


"Tidak pak kyai, saya merasa ini sudah saatnya saya pergi tapi sebelum itu saya ingin memberikan ini pada pak kyai."


"Apa ini.?


"Itu adalah sertifikat tanah milik pesantren yang asli dan sah dimata hukum jadi mulai sekarang sudah tidak akan ada lagi orang yang akan mengaku-ngaku sebagai ahli waris tanah itu dengan begitu saya harap para santi busa belajar dengan tenang dan damai, pak kyai saya titip Sifa tolong jaga dia baik-baik."


Tiba-tiba tubuh Ustazah Anna mengejang dan dengan terbata-bata ia pun mengucapkan kalimah syahadat dan tubuh itupun lemas. Semua mata langsung tertuju pada tubuh yang ustazah yang sudah tak bernyawa lagi, Sifa menjerit menyebut nama kakaknya sembari memeluknya erat-erat.

" Sekian"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun