Kampus harus kembali menjadi mercusuar pemikiran, bukan tempat melatih anarkisme. Di ruang kuliah, di perpustakaan, di diskusi-diskusi malam, mahasiswa harus merumuskan solusi, bukan hanya mengkritik. Karena perubahan bukan lahir dari amarah, tapi dari keteguhan nurani dan kerja keras yang tak kenal lelah.
Dan ketika mereka melangkah ke jalan, ada satu pertanyaan yang harus dijawab dari hati: "Apakah aksi ini akan menyalakan harapan, atau justru membakar mimpi rakyat?"
Jika jawabannya adalah harapan, maka langkah itu sah. Jika jawabannya adalah kehancuran, maka ia harus dihentikan.
Obor di Tangan Kita
Obor ini bukan milik masa lalu,
ia ada di tangan kita
di tangan mahasiswa,
di tangan pemimpi,
di tangan mereka yang masih percaya.
Ia bisa padam dalam sekejap,
jika kita biarkan kemarahan memakan akal,
jika kita biarkan penyusup mencuri narasi,
jika kita biarkan media menjadi alat manipulasi.
Tapi jika kita jaga dengan hati,
jika kita arahkan dengan kebenaran,
jika kita nyalakan dengan cinta
maka obor ini akan terus menyala,
meski badai tak henti menerpa.
Karena di tangan kalian,
Indonesia masih bisa bermimpi.
Masih bisa berharap.
Masih bisa bangkit.
Nyalakan.
Jangan pernah padam.
Panggilan untuk Menjadi Cahaya
Indonesia sedang merindukan cahaya. Cahaya dari pikiran jernih, hati yang tulus, dan tindakan yang penuh tanggung jawab. Mahasiswa, sebagai pewaris tradisi perubahan, adalah penutup kegelapan itu. Jangan biarkan idealisme dipadamkan oleh asap kemarahan. Jangan biarkan suara keadilan diculik oleh mereka yang haus kekacauan. Dan jangan biarkan media menjadi kabut; jadikan ia lentera.