Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Omong Doank (1)

4 Juli 2020   06:30 Diperbarui: 4 Juli 2020   07:27 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri, halaman rumah (3/7/20)

Pukul 04.30 wib pagi ini, tiba tiba hujan turun. Alarm weker yang biasa jadi tanda untuk bangun tidur pun bergemerincing. Di luar rumah, suara kodok pun ikut berdendang ria tidak hanya menyambut pagi. Tapi juga menyambut turunnya hujan. Pasalnya beberapa hari ini hujan sementara op.

Aku pun keluar rumah. Dari teras kulihat ke horison langit. Gelap. Tapi disebelah kiriku terlihat cerah. Mungkin, sang surya pun mulai bangun. Mencerahkan alam memanggil seluruh jagad untuk mulai keluar rumah beraktivitas.

Burung-burung di hutan kecil depan rumahku pun mengangkat suara. Seakan mau ikut sang surya bahwa sekarang aku pun harus turun dari pohon atau beranjak dari tidur untuk mengais makanan. 

Memang hidup dengan ketidakpastian akibat Covid-19, seakan pula penelusuran lorong lorong kehidupan ini semakin gelap. Hujan turun walau sudah pagi. Dingin menyengat raga, surutkan semangat untuk meninggalkan kasur dan bantal. 

Jika begitu adanya, apa yang terjadi jika tidak bisa bekerja? Harus tahan perut seharian? Tidak! Hidup itu perjuangan. Tak lama, sebuah motor combat melewati halaman rumahku. Seorang petani, pagi pagi sudah siap ke medan pertempurannya. Blati dengan sarung terikat dipinggangnya. Botol minum tergantung di stand depan kiri motor combatnya. Kakinya tak bersendal apalagi bersepatu.

Waduh, hebat bapak ini. Gumanku dalam jiwaku. Perjuangan tak kenal kelah. Semangat paginya sungguh menginspirasinya. Bawa jika tidak kerja, tak usah makan dan minum. Makna keadaannya tak bernilai. Mendorongnya pun untuk tetap bernilai, kalau harus bekerja keras. Walau langit gelap, hujan lebat, dan pagi pagi buta. 

Seorang petani kandalkan alam. Pemasukan sulit diprediksi. Apalagi sekarang ini, kehidupan ekonomi begitu sepih. Tapi harus diakui bahwa dunia dengan penuh persaingan ekonomi, pak tani tadi tetap ke kebun. Tetap berjuang untuk hidup. Dia tidak tergantung kepada siapa siapa. Dia atur sendiri kapan berangkat kerja, kapan istirahat dan kapan pulang kerja. Bebas!

Beda dengan pegawai kantoran atau kerja dengan orang lain, petani hidup lebih demokratis dengan dirinya. Petani hanya berharap penuh pada kemurahhatian alam. Maka harapan penuh pada alam, tempat dia memasrahkan diri. Mungkin saja, dizaman dulu orang lebih suka hidup bergantung pada alam daripada pada siapa siapa disekitarnya. 

Selamat pagi, selamat berjuang. Selamat berakhir pekan.=***=

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun