Mohon tunggu...
Alfian Ilham F.
Alfian Ilham F. Mohon Tunggu... Lainnya - Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabaraktuh.

"Akhirnya hanya satu yang ku tahu, yaitu bahwa aku tidak tahu apa-apa". - Socrates

Selanjutnya

Tutup

Hukum

PPKM dan Nestapa Masyarakat yang Menanti Kebijakan Responsif di Era Pandemi

16 Juli 2021   16:08 Diperbarui: 16 Juli 2021   16:30 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : poliklitik.com

Banyak media yang memberitakan tentang wacana perpanjangan PPKM Darurat, konon yang semula hanya 2 minggu menjadi 6 minggu. Tentu ini membuat masyarakat kaget bukan main, sebab PPKM Darurat selama 2 minggu saja sudah membuat nasib masyarakat kalang kabut.

Terhitung dari awal bulan Juli sampai dengan hari ini, penerapan kebijakan PPKM Darurat Jawa dan Bali sudah membuat polemik di masyarakat. Bagaimana tidak, selama 2 minggu penerapannya, sudah berhasil membuat masyarakat dilema, sekarat sudah perekonomiannya akibat covid-19 ditambah pula dengan kebijakan pemerintah yang suka ngarol ngidul nggak karuan.

Terus terang saja, kebijakan seperti ini menurut penulis dianggap tak berhasil meminimalisir krisis akibat pandemi covid-19, walaupun harus diakui bahwa pembatasan mobilitas masyarakat berhasil diminimalisir, namun krisis sosial dan ekonomi yang dihadapi masyarakat tidak berhasil dientaskan.

Sudah sejak awal hingga hari ini pandemi covid-19 melanda dunia, pemerintah Indonesia masih saja kebingungan – tak tegas mengambil langkah tepat untuk keluar dari krisis ini. Jika berkaca dengan kebijakan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Mereka malah mantap memberlakukan lockdown total, tentu mereka sudah mengantisipasi dengan mempersiapkan semuanya, seperti bidang ekonomi, kesehatan, sampai ketersediaan logistik. Padahal negara sekelas Malaysia dan Singapura bukanlah negara dengan sumber daya alam (SDA) melimpah. Kok ini Indonesia yang (katanya) negeri kaya raya – yang kaya akan sumber alam, pemerintahnya masih bingung soal ketersediaan dan penyaluran bahan pokok ke masyarakat. Sungguh aneh...

Kebingungan pemerintah ini, tak pelak juga membuat masyarakat pusing – teriak minta tolong. Kebijakan PPKM Darurat ini banyak dikeluhkan oleh masyarakat, karna tidak presisinya pembatasan mobilitas dengan bantuan yang disalurkan. Jikalau ini terus menerus terjadi, maka mungkin saja asumsi terburuk seperti kejadian krisis-krisis yang pernah melanda akan terulang kembali.

Nestapa keadaan masyarakat, disaat PPKM Darurat inilah mereka dipaksakan bekerja dirumah, alih-alih masih mendapatkan upah – kini mereka dihantui oleh PHK dari perusahaan. Keadaan pun menjadi serba salah, jika memaksakan pergi keluar rumah, maka risikonya akan terjangkit covid dan terkena sanksi, jika terus-terusan dirumah – maka bukan tak mungkin, besok akan puasa dan tak makan seharian.

Dalam hal ini pemerintah bersama dengan instrumen lainnya, bisa saja berpotensi gagal dalam melaksanakan amanat konstitusi, sebagaimana yang tertuang dalam alinea keempat pembukaan UUD NRI 1945 yang secara tegas dan jelas disebutkan bahwa “...melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”, seharusnya menjadi harga mati bagi pemerintah untuk melindungi bangsanya. Tetapi, apabila berkaca dari pandemi yang melanda Indonesia selama 1,5 tahun ini, tentu masyarakat bisa menilai kinerja pemerintah dalam menangani pandemi covid-19 ini.

Sebetulnya solusi dari segala problematika yang melanda akibat covid-19 ini, ada.
Yaitu : Negara dan Segala Produk Hukumnya.

Pemerintah inilah pemeran utamanya sekaligus pemegang kunci, ia punya wewenang untuk menggerakkan semua instrumen kenegaraan. Maka aneh, jika hari ini pemerintah malah bingung mengatasi permasalahan covid-19. Apabila berkaca pada pandangan J.J. Rousseau tentang konsep negara modern, maka pemerintah lah yang wajib dan mutlak untuk selalu melindungi segenap warga negaranya sebab ia telah mendapatkan mandat dari rakyat untuk memimpin negaranya.

Entah apa yang terjadi pada hari ini, komando penangan pandemi yang seharusnya dipegang oleh panglima tertinggi yakni Presiden malah diberikan kepada seorang Menteri. Indonesia dengan segala kekayaan yang ada, semangat gotong royong dan Pancasila sebagai pedomannya, seharusnya bisa bahu-membahu keluar dari krisis pandemi ini. Tapi realitanya mau bagaimana lagi... wong masih ada aja politisi yang minta fasilitasnya ditambahin lagi, seperti Rumah Sakit khusus politisi. Ya Salam...

Terkadang mereka berdalih “Ini demi kepentingan rakyat !!!”, tapi fasilitas buat rakyatnya sendiri malah nggak diproritasin. Terbukti kok, masih banyak fasilitas seperti akses terhadap kesehatan yang kurang – malahan banyak yang dibatasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun