Mohon tunggu...
Alfian Misran
Alfian Misran Mohon Tunggu... Dosen, Akuntan, dan Penulis

Pemerhati Audit, Ekonomi-Bisnis dan Keuangan

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Ekonomi Lesu, Bisnis Harus Lincah: Menemukan Peluang di Masa Sulit 2025

18 Maret 2025   07:00 Diperbarui: 18 Maret 2025   05:39 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi Lesu, Bisnis Harus Lincah: Menemukan Peluang di Masa Sulit 2025 (Sumber: AI) 

Tahun 2025 diawali dengan guncangan besar bagi perekonomian Indonesia. Modal asing keluar dalam jumlah besar, nilai tukar rupiah melemah, harga barang naik, dan daya beli masyarakat terus menurun. Sementara itu, kebijakan pemerintah untuk memangkas anggaran justru menambah ketidakpastian bagi dunia usaha. Bagi pelaku usaha, ini bukan waktu untuk panik, tetapi saatnya untuk lebih lincah dan cepat dalam beradaptasi. Krisis memang ada, tapi peluang tetap terbuka bagi mereka yang siap menghadapi perubahan.

 

Modal Asing Kabur, Rupiah Terpuruk, Bisnis Harus Berstrategi

Sejak awal tahun, Indonesia kehilangan banyak investasi asing. Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa hingga pertengahan Maret, Rp20,48 triliun dana asing telah keluar dari pasar keuangan domestik. Penyebabnya bukan sekadar faktor domestik, tetapi juga dipengaruhi oleh kebijakan global.

Salah satu pemicu utama adalah kebijakan moneter Amerika Serikat yang semakin ketat, yang membuat investor global lebih memilih memindahkan dananya ke aset yang lebih aman di negara maju. Selain itu, pelemahan rupiah yang sempat menyentuh Rp16.600 per dolar AS membuat investasi di Indonesia semakin berisiko bagi investor asing. Morgan Stanley Capital International (MSCI) bahkan menurunkan peringkat saham Indonesia dari 'equal-weight' menjadi 'underweight', yang semakin mendorong investor untuk menarik modal mereka.

Di dalam negeri, kondisi semakin sulit dengan kebijakan pemerintah yang memangkas anggaran sebesar Rp306,7 triliun untuk menekan defisit APBN. Pemangkasan ini berdampak pada proyek infrastruktur dan subsidi, yang berarti banyak bisnis yang sebelumnya bergantung pada belanja pemerintah harus mencari strategi baru untuk bertahan.

Dampaknya langsung terasa di sektor usaha. Bahan baku yang bergantung pada impor menjadi lebih mahal, biaya produksi meningkat, dan banyak pelaku usaha harus mencari alternatif agar tetap kompetitif. Namun, ini bukan berarti bisnis harus menyerah. Pelaku usaha yang cermat dapat mencari solusi, seperti mengalihkan pasokan ke produk lokal, menyesuaikan harga dengan strategi yang lebih fleksibel, atau menawarkan paket hemat agar tetap menarik bagi konsumen.

 

PHK Meningkat, Konsumen Lebih Berhati-hati, Tapi Kebutuhan Tetap Ada

Tekanan ekonomi juga berdampak langsung pada dunia kerja. Sepanjang 2024, lebih dari 77.965 pekerja kehilangan pekerjaan, dengan gelombang PHK yang terus berlanjut di berbagai sektor. Perusahaan besar seperti Sritex, Yamaha, dan PT Sanken Indonesia telah mengumumkan rencana penutupan pabrik mereka pada 2025, menambah daftar panjang perusahaan yang tidak mampu bertahan dalam kondisi ekonomi yang sulit.

Bagi masyarakat, terutama ibu rumah tangga yang mengatur keuangan keluarga, situasi ini berarti harus lebih selektif dalam belanja. Namun, bukan berarti mereka tidak akan belanja sama sekali. Kebutuhan pokok tetap harus dipenuhi, dan di sinilah peluang bagi pelaku usaha muncul.

Bisnis yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan perilaku konsumen akan tetap bertahan. Produk dengan harga terjangkau, paket hemat, serta layanan tambahan seperti gratis ongkos kirim (ongkir) atau cicilan akan tetap menarik di tengah keterbatasan daya beli. Pelaku usaha yang cepat membaca pola konsumsi baru ini justru bisa memanfaatkan momentum untuk memperluas pasar dan meningkatkan loyalitas pelanggan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun