Mohon tunggu...
Alfaro Rico
Alfaro Rico Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa || Penggiat Aksara || Pecandu Buku || Bisa di hubungi di alfaromohrec@gmail.co

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Faktor Banyaknya Korban Nyawa pada Pemilu Serentak 2019

2 Mei 2019   07:30 Diperbarui: 2 Mei 2019   13:52 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibarat sepak bola, pesta demokrasi Pemilu Serentak 2019 seolah memiliki babak perpanjangan waktu. Babak yang utama memang baru saja berlalu beberapa waktu lalu, namun masih banyak isu-isu yang selalu bermunculan baru. Mulai dari permusuhan yang belum berkesudahan antar kubu, asumsi klaim kemenangan, asumsi kecurangan, hingga yang mengerikan adalah banyaknya korban nyawa yang harus tumbang.

"Kebetulan memang mungkin mereka sudah waktunya meninggal mas."

Astaga, rasanya jika kita fikir lebih dalam tentu mungkin ada beberapa faktor lain, tentu tidak bisa semata-mata menganggap semua ini hanyalah takdir.

1. Faktor Kelelahan.

Kebetulan pada 17 April lalu, saya juga bertugas sebagai salah satu anggota KPPS di daerah saya. Betapa melelahkannya semua proses yang harus dilangsungkan pada pesta demokrasi tersebut. 

Yang paling melelahkan adalah saat penginputan form C1, hal itu memakan waktu yang hampir kurang lebih lima jam lamanya. Betapa tidak, ada kelipatan lima surat suara yang harus di hitung. 

Saya tidak membayangkan, ketika di daerah saya yang mungkin hanya sekitar 200-an suara pemilih. Kemudian 200 suara tersebut berarti dikalikan kelipatan lima, yang total adalah 1000. 

Lalu bagaimana dengan KPPS di daerah-daerah lain, yang mungkin jumlah penduduknya lebih banyak. Juga bagaimana dengan KPU Pusat yang memfinishing jumlah suara dari seluruh Indonesia? Yang artinya juga seluruh jumlah pemilih seluruh Indonesia dikalikan dengan kelipatan lima.

2. Faktor Waktu.

Waktu, mungkin juga jadi pertimbangan oleh para petugas KPPS. Entah karena mereka mungkin berfikir mengerjakan tugas perhitungan suara tersebut akan lebih baik jika dikebut saja, agar segera cepat selesai dan terbebas dari pekerjaan yang juga menjadi pekerjaan yang memakan waktu berhari-hari ini. 

Dan sebagian besar dari mereka juga pasti ada yang berfikir, akan lebih baik jika proses ini bisa diselesaikan dengan cepat. Hingga mereka lupa tubuhnya juga perlu waktu istirahat yang cukup.

3. Faktor Tuntutan.

Sebenarnya jika berbicara mengenai tuntutan, bisa dikaji dari beberapa sisi. Yang pertama mungkin karena mereka sudah di tugaskan, apalagi juga pasti sudah menerima bayaran. 

Sebab itu tidak peduli melelahkan seperti apapun, mereka harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan demi memenuhi rasa tanggung jawab. Jarang sekali yang bisa kabur jika belum benar-benar drop. 

Ada juga mungkin tuntutan yang lain, misalnya tuntutan dari pihak yang tidak bertanggung jawab agar melakukan kecurangan, (sebab saya sangat percaya bahwa tidak mungkin demokrasi dan politik dilaksanakan dengan seratus persen jujur). Akhirnya jiwa mereka tertekan karena tuntutan demikian, yang mengharuskan mereka melakukan kecurangan.

4. Faktor Kesehatan.

Ada juga yang mungkin sebelumnya memiliki penyakit khusus, yang memaksakan diri untuk bisa berkontribusi demi tugas Negara yang mulia ini. Mungkin saja mereka merasa kuat dan sehat-sehat saja, akan tetapi kondisi tubuh dan kondisi kesehatan siapa yang tahu?

Beberapa faktor tersebut sebenarnya saya rasa masih terlalu sedikit jika untuk menelusuri lagi lebih dalam tentang kejadian ini. Tetapi faktor-faktor tersebut rasanya juga lebih masuk akal daripada hanya sekadar mengatakan bahwa ini semua terjadi karena ketetapan Tuhan dan sudah takdir.

Hasil yang baru saja saya lihat, "Jumlah petugas KPPS yang wafat 380," kata Sekjen KPU Arif Rahman Hakim, dalam keterangannya, Rabu (1/5/2019). 

Data tersebut per pukul 19.00 WIB. Sementara itu jumlah petugas KPPS yang sakit juga bertambah menjadi 3.192 orang sehingga total petugas yang sakit dan meninggal dunia sebanyak 3.572 orang.

Dari sekian banyaknya korban, apalagi para korban yang memakan nyawa, masih pantaskah kita jika sampai saat ini masih melulu hanya sibuk dengan saling bermusuhan karena berbeda dukungan. 

Masih pantaskah kita jika sampai saat ini masih saja saling menuduhkan kecurangan. Apapun yang terjadi, dan siapapun nanti yang menduduki kursi jabatan, sudah sepantasnya berpatokan pada tragedi ini. Sudah saatnya kita mengusaikan saling olok, saling serang sana-sini. 

Sejenak kita juga perlu kembali dan memang harus kembali bersatu. Bersatu menghargai jasa-jasa pahlawan yang meninggal demi penentuan masa depan Indonesia. 

Bersatu untuk mendoakan semoga para keluarga korban diberi ketabahan dan kelapangan, mendoakan semoga korban yang sakit lekas diberi kesembuhan, dan mendoakan semoga korban yang meninggal diberikan tempat yang layak di sisi-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun