Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Seandainya Jokowi Meniru 'Daripada' Soeharto, Bagaimana Nasib Kaum Nyinyir, RR?

29 Mei 2020   13:46 Diperbarui: 29 Mei 2020   13:53 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rizal Ramli tiba-tiba seakan  menjadi ahli ilmu Politik dan Hukum Tata Negara. Dia menggambarkan bagaimana contoh para presiden RI yang menjadi negarawan. Ukuran kenegarawanan tunggal yaitu mundur. Salah satu contoh yang disebut negarawan adalah seorang Bapak 'daripada' Soeharto.

Sayangnya RR tidak melihat salah satu alat ukurnya political behavior, bagaimana tingkah laku politik Soeharto dan Jokowi dalam memimpin dan mengelola negara secara politik.

Lalu penulis membayangkan dan berandai-andai Pak Jokowi akan meniru daripada  pak Soeharto dengan gaya senyumnya. Apakah arti sebuah senyum daripada Soeharto? Sulit ditebak.

Berapa banyak yang korban dalam G/30S/PKI untuk sebuah proses naiknya Soeharto menjadi pemimpin Indonesia? Lalu apakah sebanyak itu korban untuk menaikkan Pak Jokowi menjadi presiden?

Adakah yang berani mengkritik Soeharto? Ada. Bagaimana nasibnya? Jelas susah, kalau tidak mati. Bagaimana seorang Hoegeng mantan Kapolri yang dianiaya secara kehidupan. Pak Nasution, Ali Sadikin dan para penandatangan Petisi 50. Dan banyak lagi. Mungkin ini salah satu contoh tindakan negarawan yang dimaksudkan Rizal Ramli.

Bagaimana nasib Muchtar Pakpahan dkk yang berani mendirikan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI)? Dipenjarakan. Karena dibebaskan MA, dilakukan Peninjauan Kembali oleh Jaksa Penuntut Umum. Padahal PK itu hanyalah hak Terdakwa atau Penasehat Hukum menurut KUHAP. Ini menjadi jurispundensi yang aneh bin ajaib. Dalam dunia peradilan ini sebuah kehebohan. Namun MA juga harus mengikuti selera zaman, Muchtar Pakpahan harus dipenjara. Ini tindakan negarawan juga  Rizal Ramli?

Bagaimana nasib Yap Thiam Hien  alias "John" yang meninggal di Brussel, Belgia  ketika mengikuti pertemuan International NGO Group on Indonesia (INGI) sebagai mitra International Government Group on Indonesia (IGGI) lembaga donor pemberi pinjaman ke Indonesia. Sampai hari ini kematian misterius itu tak terungkap, setelah beliau memberikan pidato yang kritis kepada Mr 'daripada' Soeharto tentang pinjaman dan utang luar negeri.

Lalau bagaimana nasib para aktivis seperti Budiman Soejatmiko yang diadili dan di penjara? Bagaimana nasib Forum Kota yang dipelopori oleh Adian Napitupulu dkk? Bagaimana nasib para aktivis yang mengapung di kali Indramayu dan di kali yang lain?

Lalu bagaimana nasib para kritikus yang hilang entah kemana dan tak ada kabar beritanya. Adakah kritikus yang bisa hidup tenang dan bicara seenaknya kepada presiden dan menghinanya seenak perut? Nyaris tidak ada. Semua masuk dalam alam penyiksaan. Di penjara atau di luar penjara, kehidupannya teraniaya. Mati perdata, membunuh kesempatan berusaha. Titik nadir.

 Lalu bagaimana nasib Indonesia setelah tambang tembaga dan emas diberikan kepada Freeport Amerika? Apakah ini politik balas jasa atas bantuannya? Tambang emas dan tambang batubara diberikan ke asing sejak dikeluarkannya Undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, ketika dia masih penguasa sementara, karena resminya sebagai presiden terpilih pada Sidang Umum MPR 1973.

Bagaimana kehidupan demokrasi seolah-olah (meminjam istilah alm Gus Dur) dari bangsa kita? DPR sebagai tukang stempel. Partai hanya Golkar dan partai pendamping  PPP dan PDI. Seperti kontraktor lelang saja ya. Pakai pendamping segala. Tapi namanya juga demokrasi seolah-olah.

Lalu seandainya Pak Jokowi meniru daripada Pak Soeharto dengan mendirikan Pangkopkamtib yang dipimpin Sudomo dulu? Lalu Petrus atau penembakan misterius yang dipimpin LB Moerdani? Atau bagaimana memainkan peran Ali Moertopo dan membasmi Malari 1974 soal bantuan Jepang?

Bagaimanakah nasib kaum nyinyir seperti Fadli Zon, Pouyono, Rocky Gerung, Refly Harun, para kadrun-kadrun, demo berjilid-jilid, Amien Rais dan berbagai kaum nyinyir yang lain, termasuk pak Rizal Ramli.

Lalu seperti apalah keadaan negeri ini, dan dimanalah tempat kaum nyinyir ini? Apakah akan dihidupkan lagi Bakorstranas dan Bakorstranasda seperti Karamat Lima dan Keramat Tujuh yang keramat itu? Mungkin para kaum nyinyir ini belum tahu dan tidak pernah mendengar dan singgah di tempat keramat di Kramat Lima dan Kramat Tujuh itu.

Bagaimanakah nasib TVone yang selalu menayangkan kontroversi? Apa kira-kira yang akan terjadi jika Pak Jokowi meniru daripada  Pak Soeharto yang memberikan petunjuk kepada Harmoko (Hari-hari Omong Kosong) itu? Akan dibreidelkah dan pemimpinnya dimasukkan penjara? Bagaimana yang satu ini pak Rizal ramli?

Mungkin masih banyak kejadian yang bisa diungkapkan dan menunjukkan rezim Orde Baru selama 32 tahun dengan segala otoritas yang otoriter. Bukankah reformasi diagungkan yang telah menumbangkan rezim Orde Baru tersebut? Lalu kenapa seakan Soeharto menjadi negarawan, Jokowi tidak?

Bisakah kita membuat perbandingan dengan alat ukur yang sama, supaya hasilnya menjadi baik. Soeharto juga banyak melakukan yang baik bagi negara ini. Itu tidak bisa dipungkiri. Namun perbandingannya harus adil, jangan ukuran tunggal, 'mundur' itu. Atau perbandingan Rizal Ramli ini mau mendorong pak Jokowi untuk bertindak meniru daripada Soeharto? Apakah Rizal Ramli bertanggung jawab kalau pak Jokowi meniru daripada Soeharto lalu menangkap dan memenjarakan kaum nyinyir supaya bangsa ini bisa tenang dan bersatu menghadapi pandemi ini?

Akhirnya, tulisan ini hanya seandainya  saja. Semua isinya hanya pengandaian. Namanya juga seandainya. Seandainya Rizal Ramli menjadi presiden, apa yang dilakukannya? Mengganti nama negara Indonesia seperti ketika menjadi menteri mengganti nama Kementeriannya secara sepihak dan suka-suka sesuai seleranya?

Ah, sudahlah dulu, seandainya Pak Jokowi meniru daripada Soeharto, republik ini akan tenang dan bebas dari kaum nyinyir. Kepada kaum nyinyir, tolong hati-hati. Mana tahu Pak Jokowi mendengar pendapat daripada Rizal Ramli untuk meniru daripada Soeharto, maka nasib anda bisa berbahaya. Selamat berandai-andai.

Sebuah lagu terdengar dari alunan suara melengking Rita Butarbutar,

"Seandainya, aku punya sayap, terbang, terbanglah aku, kucari dunia yang lain, untuk apa aku disini

Seandainya dapat kau rasakan, kejam, kejamnya dunia, tiada lagi kehadiran, untuk apa ku disini

Menjerit dan menangis, pilu dan dertita, merintih dan berdoa, dimanapun berada, oh dunia yang fana.

Seandainya pak Jokowi yang menyanyikan lagu  ini dan dia terbang ke dunia lain dengan sayapnya? Apa yang akan terjadi di Indonesia? Siapa yang menjadi presiden? Rizal Ramli? Refly Harun? Fadli Zon? Amien Rais? SBY lagi? AHY? HRS? Buton? Gatot? Apa nasib negeri ini jika seandainya dan seandainya itu yang terjadi?

Untunglah pak Jokowi dan bangsa ini tidak hidup dalam seandainya. Dia tegar dengan segala tekanan dan terpaan isu. Untung telinganya tebal dan perasaannya beku mendengar tuduhan PKI, Antek Asing dan Aseng, Turunan Cina, planga-plongo, mencla-mencle dan berbagai tuduhan lain yang sulit membuat daftar semua tuduhan. Hati dan pikirannya tulus hanya untuk kebaikan bangsanya.

Tidak mengikutkan keluarganya menjadi menteri seperti mbak Tutut dulu. Tidak melibatkan keluarganya berbisnis seperti Tutut, Tomy dan Bambang Soeharto. Anaknya hanya menjual martabak dan pisang goreng, tidak bisnis proyek yang jumlahnya triliunan. Tidak bisnis jalan tol dan TV. Ibu negara tidak pernah menerima komisi dua puluh satu persen. Tidak menerima fee dari Petral yang sudah dibubarkan. Tidak menerima fee dari ekspor batubara, walaupun peluang untuk itu ada.

Dan kita beruntung memiliki presiden yang tidak berpikir untuk korupsi dan memenuhi pundi-pundinya dengan setoran-setoran resmi dan tidak resmi. Dan semogalah bangsa ini dilindungi Tuhan dari segala mara bahaya termasuk dari nafsu politik yang ingin segera berkuasa dan menjatuhkannya dengan menyuruhnya mundur.

Para penuntut mundurnya Jokowilah yang harus memundurkan nafsu dan hasratnya untuk berkuasa. Sabar kawan, persiapkan diri. Carilah partai pendukung, jangan minta presidential threshold dihapus seperti Refly Harun. Cari dukungan partai politik. Tak ada uang, cari toke. Tak ada toke, urunan saja. Tak ada yang mau urunan, ya tidur saja dan bermimpilah.

Bayangkanlah dalam mimipi itu, seandainya Jokowi mundur, lalu anda menjadi presiden. Tapi ingat ya, itu hanya mimpi, karena begitu bangun, mimpi itu sudah ambyar. Masih belum puas dengan mimpinya, melamunlah, bayangkanlah seandainya anda menjadi presiden. Bagaimana anda menghadapi kaum nyinyir dan orang yang memintamu turun. Seandainya, hanyalah sebuah pengandaian. Ayo bangun dari mimpi dan bayangan.

Ayo beradaptasi dengan kebiasaan baru, kata Ridwan Kamil. Setuju pak Gubernur. Ayo berdamai dengan corona, kata pak presiden. Setuju pak presiden. Ayo menjatuhkan presiden, kata kaum nyinyir. Nggaklah ya, itu inkonstitusional. Sabar bro sampai tahun 2024. Semua ada waktunya.

Kalau sudah dapat dukungan duapuluh persen presidential thresholdnya beritahu ya. Biar kita dukung menjadi presiden. Pak Jokowi tidak bisa lagi mencalonkan menjadi presiden tahun 2024.  Jadi beliau bukan sainganmu.

Ambillah peran membantu negara ini melawan pandemi dan upaya  memakmurkan bangsa ini, biar ada simpati untuk mendukungmu tahun 2024.  Berharap mimpimu menjadi kenyataan. The dream comes true. Tapi kalau hari ini cukup bermimpi. Semua ini hanyalah pengandaian.

Seandainya,....!

Sekian dulu. Terima kasih, salam dan doa.

Aldentua Siringoringo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun