Belajar itu tidak harus di sekolah, tapi hidup tanpa belajar adalah kesalahan besar.Â
Pendidikan adalah hal yang universal. Ia tidak terkurung oleh ruang kelas, tidak terbatas oleh kurikulum, bahkan tidak selalu butuh ijazah untuk membuktikan nilainya.
Di zaman yang serba cepat ini, manusia justru diberi karunia paling mahal: akses tanpa batas untuk belajar apa pun, kapan pun, dari siapa pun. Tapi ironisnya, di tengah derasnya arus ilmu pengetahuan yang bisa diunduh dari genggaman tangan, banyak yang justru kehilangan arah belajar.Â
Media terbuka lebar, tapi tubuh hingga pikiran memilih rebahan hehehe. Ini remainder untuk diri saya sendiri juga. Kita terjebak di zona yang sama.Â
Tidak Harus di Bangku Sekolah
Saya teringat pada kisah tokoh-tokoh besar yang tidak menempuh jalur pendidikan formal, tapi memberi kontribusi luar biasa bagi bangsa. Adam Malik, misalnya---mantan Menteri Luar Negeri yang kelak menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Ia tidak menamatkan sekolah formal secara sempurna, tapi justru mengasah dirinya lewat pergaulan, bacaan, dan pengalaman nyata di lapangan. Ia belajar bahasa asing bukan dari universitas luar negeri, tapi dari kegigihan dan rasa ingin tahu yang tinggi.
Kisah semacam ini banyak. Bahkan jika kita tarik lebih jauh ke sejarah Islam, banyak ulama besar yang belajar dari halaqah, majelis, dan perjalanan---tanpa struktur pendidikan formal seperti hari ini. Mereka menimba ilmu dari guru ke guru, dari kitab ke kitab, dari perjalanan batin ke pengalaman sosial.
Di sinilah letak kesadaran penting: pendidikan formal dan informal sama-sama punya peran penting dalam membentuk manusia utuh. Formal memberi struktur dan sistem. Informal memberi kebebasan ekspresi diri. Keduanya adalah sayap yang sebaikanya terbang berpasangan.
Fenomena Belajar di Era Digital
Kita sedang hidup di masa di mana guru bisa hadir lewat layar, buku bisa diakses lewat tautan, dan ilmu bisa menyala di genggaman tangan. Tapi apakah semua itu menjadikan kita lebih terdidik?Â
Belajar sejatinya bukan sekadar mengumpulkan informasi, tapi mengasah kepekaan dan kebijaksanaan. Orang yang terdidik tahu bagaimana bersikap di tengah kebingungan zaman.Â
Maka, pendidikan informal seperti membaca pengalaman hidup, berdiskusi, berkomunitas, menulis, dan berbuat sesuatu untuk sesama. Ini semua bagian dari jalan menempuh jadi manusia terdidik.
Dalam perspektif tasawuf, belajar bukan sekadar menambah pengetahuan, tapi menyucikan hati. Seorang sufi belajar bukan untuk menguasai dunia, tapi untuk menundukkan diri di hadapan Sang Maha Guru hingga puncaknya tunduk pasrah pada Ilahi untuk segala hasil dan garis takdir.
Jika dunia modern menawarkan ribuan sumber belajar, kita tetap perlu satu hal yang tak tergantikan: adab. Karena dalam pandangan para ulama, ilmu tanpa adab adalah petaka, adab tanpa ilmu adalah kelalaian, dan keduanya harus seimbang.
Kreatif dalam Belajar
Belajar di era ini menuntut kreativitas. Tidak semua ilmu harus didapat dari ruang formal, tapi semua ruang bisa dijadikan tempat belajar.Â
Dari cara orang tua mendidik anak, dari obrolan di warung kopi, dari kesalahan kecil dalam hidup, dari alam yang berbicara lewat musim dan waktu---semuanya adalah kelas terbuka.
Pendidikan informal mengajarkan kemandirian berpikir. Ia melatih kita untuk menggali, bukan hanya menerima. Sedangkan pendidikan formal memberikan dasar, arah, dan sistem berpikir yang rapi. Ketika keduanya menyatu, lahirlah manusia yang cerdas menghadapi zaman.
Manusia Pembelajar
Syarat menjadi manusia terdidik adalah menjadi pembelajar sejati. Dan itu sifat yang tak pernah berhenti, tidak terikat usia, profesi, atau tempat.
Belajar bisa dari siapa saja: anak kecil yang polos, orang tua yang sabar, atau bahkan dari kesalahan diri sendiri. Sufyan Ats-Tsauri pernah berkata, "Aku belajar sabar dari orang yang pemarah, dan aku belajar dermawan dari orang yang kikir."
Perkataan di atas teramat dalam maknanya karena memang ditinjau begitu filosofis. Sederhanya belajar itu perlu kebersihan hati sekaligus penerimaan jiwa yang lapang lagi luas.Â
Di tengah dunia yang serba terbuka ini, kita tidak kekurangan media belajar---yang kita butuhkan hanyalah kesungguhan dan kesadaran untuk terus belajar menjadi manusia. Karena selama kita mau belajar, hidup akan selalu menjadi sekolah yang paling indah lagi sempurna.
Salam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI