Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Lecturer, Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Menulis dan membaca sejarah, penikmat kopi, pecinta budaya juga sastra. Kini menjadi suami siaga untuk nyonya tercinta sebagai pekerjaan tetap.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Formal dan Informal Sama Pentingnya

15 Oktober 2025   10:36 Diperbarui: 15 Oktober 2025   10:36 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
unsplash.com by. Annie Spratt

Dalam perspektif tasawuf, belajar bukan sekadar menambah pengetahuan, tapi menyucikan hati. Seorang sufi belajar bukan untuk menguasai dunia, tapi untuk menundukkan diri di hadapan Sang Maha Guru hingga puncaknya tunduk pasrah pada Ilahi untuk segala hasil dan garis takdir.

Jika dunia modern menawarkan ribuan sumber belajar, kita tetap perlu satu hal yang tak tergantikan: adab. Karena dalam pandangan para ulama, ilmu tanpa adab adalah petaka, adab tanpa ilmu adalah kelalaian, dan keduanya harus seimbang.

Kreatif dalam Belajar

Belajar di era ini menuntut kreativitas. Tidak semua ilmu harus didapat dari ruang formal, tapi semua ruang bisa dijadikan tempat belajar. 

Dari cara orang tua mendidik anak, dari obrolan di warung kopi, dari kesalahan kecil dalam hidup, dari alam yang berbicara lewat musim dan waktu---semuanya adalah kelas terbuka.

Pendidikan informal mengajarkan kemandirian berpikir. Ia melatih kita untuk menggali, bukan hanya menerima. Sedangkan pendidikan formal memberikan dasar, arah, dan sistem berpikir yang rapi. Ketika keduanya menyatu, lahirlah manusia yang cerdas menghadapi zaman.

Manusia Pembelajar

Syarat menjadi manusia terdidik adalah menjadi pembelajar sejati. Dan itu sifat yang tak pernah berhenti, tidak terikat usia, profesi, atau tempat.

Belajar bisa dari siapa saja: anak kecil yang polos, orang tua yang sabar, atau bahkan dari kesalahan diri sendiri. Sufyan Ats-Tsauri pernah berkata, "Aku belajar sabar dari orang yang pemarah, dan aku belajar dermawan dari orang yang kikir."

Perkataan di atas teramat dalam maknanya karena memang ditinjau begitu filosofis. Sederhanya belajar itu perlu kebersihan hati sekaligus penerimaan jiwa yang lapang lagi luas. 

Di tengah dunia yang serba terbuka ini, kita tidak kekurangan media belajar---yang kita butuhkan hanyalah kesungguhan dan kesadaran untuk terus belajar menjadi manusia. Karena selama kita mau belajar, hidup akan selalu menjadi sekolah yang paling indah lagi sempurna.

Salam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun