Tentunya, perjalanan merintis usaha ngga selalu mudah. Pasti ada rintangan yang harus di hadapi. Begitupun dengan Nunik, dulu waktu awal merintis lapaknya langsung ramai. "Alhamdulillah, awal merintis ini langsung ramai. Karena dulu masih belum ada saingannya," ujar Nunik. Saat itu lokasi dan keunikan produk menjadi keunggulan tersendiri. Bisa juga dibilang, lokasi tenda Nunik ini strategis.
Namun seiring waktu, saingan mulai bermunculan. Belum lagi cuaca yang tak bisa ditebak. Hujan menjadi salah satu tantangan terbesar karena membuat minat masyarakat menurun untuk membeli minuman dingin. "Kalau hujan, ya sepi, paling laku sedikit itu pun kelapa butiran ini, kadang juga malah libur," ceritanya.
Puncak tantangan datang saat pandemi Covid-19 melanda. Padahal sebelum pandemi, ia bercerita kalau suksesnya degan ini hingga membuka cabang baru di depan UAD 5. Tentunya dimulai dari tenda kecil ini, hingga bisa buka cabang dan menggaji karyawan. Semua itu hilang dalam sekejap karena dampak dari pandemi ini sehingga membuat tenda harus ditutup. "Ya, setelah covid itu langsung menurun drastis pemasukannya" ujar Nunik.
Ia sempat menghentikan aktivitas dagang cukup lama karena kondisi tidak memungkinkan. Namun bukan Nunik namanya jika menyerah begitu saja. Ia dengan sabar menerima cobaan yang tidak terduga ini. Padahal, usaha degan ini termasuk sumber mata pencaharian yang pertama. Untungnya, ia bisa mengandalkan biaya sewa dari kontrakan yang ngga menentu itu.
Bukan hanya sebagai pelaku usaha saja, Nunik juga potret wanita di sektor UMKM. Di balik kesederhanannya, tersimpan kekuatan yang besar: kemampuan untuk bertahan di tengah badai kehidupan.
Ia tidak menggunakan media sosial untuk promosi. Tidak ada QRIS di lapaknya. Semua berjalan dengan cara konvensional. Tapi justru itu yang membuat usahanya terasa otentik.
Yang menarik, meski pernah mengalami masa-masa sulit, ia tetap tidak berpikir untuk beralih ke usaha lain. Ia percaya bahwa dengan kesabaran dan keuletan, usaha ini akan tetap bisa menghidupi keluarganya.Â
Kisah Nunik membuktikan bahwa UMKM bukan hanya soal penghasilan atau pertumbuhan bisnis, tapi juga tentang nilai kehidupan. Dalam satu gelas degan yang ia suguhkan, ada kerja keras, kesetiaan pada jalan hidup, dan cinta pada keluarga.
Kini, di tengah derasnya arus digitalisasi dan modernisasi bisnis, Â Nunik tetap bertahan dengan caranya sendiri. Tanpa teknologi canggih, ia membangun usahanya di atas dasar paling kuat: kepercayaan dan ketekunan
Bagi saya, kisah seperti inilah yang layak disorot. Bukan hanya karena lamanya berdagang, tapi karena semangat yang tidak padam meski diterpa banyak cobaan. Ia tidak membutuhkan panggung besar. Cukup meja kayu sederhana dan kelapa muda segar yang setia menemaninya setiap hari.