Mohon tunggu...
Alaina Fadlilatun N
Alaina Fadlilatun N Mohon Tunggu... 24107030017

Mahasiswa di UIN Sunan Kalijaga.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Bu Nanik: Ketika Kehidupan di Topang dengan Segelas Cangkir

9 Juni 2025   20:21 Diperbarui: 9 Juni 2025   20:53 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Nunik, pemilik es kelapa muda "Via". (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Di bawah langit Jogja yang tak pernah kehilangan pesona cantiknya. Di pinggir-pinggir jalanan mengakar cerita kecil tentang menyambung hidup dari warung yang sederhana, lapak kaki lima, hingga tenda-tenda lusuh yang setiap harinya tak bosan menunggu pelanggan. Salah satu dari kisah itu, datang dari Nunik. Terhitung sudah 18 tahun lamanya, ia setia menjaga tenda sederhana namun penuh arti: Es Kelapa Muda "Via". 

Hiruk pikuk Jalan Pandeyan sudah di hafal betul oleh Nunik. Bagaimana tidak, sudah 18 tahun lamanya tiap hari dia menghabiskan waktunya disini. Lalu-lalang kendaraan menjadi pemandangan yang tak terlewatkan.

Bukan suatu hal yang asing di Jogja, es degan atau es kelapa muda. Karena banyaknya penjual es degan yang ada. Namun, yang membedakan dagangan Nunik bukan dari segi rasa, melainkan kisah hidup yang ditopang dengan tenda sederhananya.

Nunik sendiri berasal dari daerah Wirasaban, hingga menikah dengan suaminya dan tinggal di daerah sekitar sini. Tak ada papan nama yang mencolok, hingga branding modern tak menyurutkan semangatnya. Dengan bermodalkan area yang bersih, meja kursi yang tersusun di bawah pohon guna memfasilitasi pelanggan yang hendak menghabiskan degannya di tempat dan senyum ramah yang selalu menghiasi wajahnya untuk menyapa siapapun yang lewat.

Usaha ini dia tekuni sendiri, tidak tergabung dalam kelompok ataupun koperasi. Semua dilakukan mandiri. Mulai dari pembelian bahan, pengolahan hingga penjualan pada pelanggan.

Ia mengaku kelapa muda yang dijualnya diambil dari Kebumen, diantar langsung ke tempat usahanya. Kualitas kelapa yang bagus membuat ia tetap dipercaya pelanggan meski kini saingan makin banyak, "Dulu waktu awal merintis, masih belum banyak yang jual degan," ujarnya.

"Ya, usaha cari uang," jawaban sederhana Nunik saat ditanya alasan memulai usaha ini. Tak terselip adanya mimpi yang muluk. Hanya murni keinginan kuat untuk membantu perekonomian keluarga, terlebih untuk menyekolahkan anak-anaknya. 

 Nunik (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
 Nunik (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Usaha ini dimulai ketika anaknya masih duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar. Tidak seperti tren bisnis masa kini yang dimulai dengan perencanaan rinci dan proposal usaha, usaha Nunik lahir dari insting seorang ibu yang ingin bertahan dengan ombak kehidupan dan ketulusan ibu rumah tangga yang ingin anak-anaknya mendapat kehidupan serta pendidikian yang layak.

Hebatnya, dalam kurun waktu tersebut, Nunik tetap menjaga lapaknya sendiri. Tanpa pernah berpikir buat pindah jalur usaha. 

Tentunya, perjalanan merintis usaha ngga selalu mudah. Pasti ada rintangan yang harus di hadapi. Begitupun dengan Nunik, dulu waktu awal merintis lapaknya langsung ramai. "Alhamdulillah, awal merintis ini langsung ramai. Karena dulu masih belum ada saingannya," ujar Nunik. Saat itu lokasi dan keunikan produk menjadi keunggulan tersendiri. Bisa juga dibilang, lokasi tenda Nunik ini strategis.

Namun seiring waktu, saingan mulai bermunculan. Belum lagi cuaca yang tak bisa ditebak. Hujan menjadi salah satu tantangan terbesar karena membuat minat masyarakat menurun untuk membeli minuman dingin. "Kalau hujan, ya sepi, paling laku sedikit itu pun kelapa butiran ini, kadang juga malah libur," ceritanya.

Puncak tantangan datang saat pandemi Covid-19 melanda. Padahal sebelum pandemi, ia bercerita kalau suksesnya degan ini hingga membuka cabang baru di depan UAD 5. Tentunya dimulai dari tenda kecil ini, hingga bisa buka cabang dan menggaji karyawan. Semua itu hilang dalam sekejap karena dampak dari pandemi ini sehingga membuat tenda harus ditutup. "Ya, setelah covid itu langsung menurun drastis pemasukannya" ujar Nunik.

Ia sempat menghentikan aktivitas dagang cukup lama karena kondisi tidak memungkinkan. Namun bukan Nunik namanya jika menyerah begitu saja. Ia dengan sabar menerima cobaan yang tidak terduga ini. Padahal, usaha degan ini termasuk sumber mata pencaharian yang pertama. Untungnya, ia bisa mengandalkan biaya sewa dari kontrakan yang ngga menentu itu.

Bukan hanya sebagai pelaku usaha saja, Nunik juga potret wanita di sektor UMKM. Di balik kesederhanannya, tersimpan kekuatan yang besar: kemampuan untuk bertahan di tengah badai kehidupan.

Ia tidak menggunakan media sosial untuk promosi. Tidak ada QRIS di lapaknya. Semua berjalan dengan cara konvensional. Tapi justru itu yang membuat usahanya terasa otentik.

Yang menarik, meski pernah mengalami masa-masa sulit, ia tetap tidak berpikir untuk beralih ke usaha lain. Ia percaya bahwa dengan kesabaran dan keuletan, usaha ini akan tetap bisa menghidupi keluarganya. 

Kisah Nunik membuktikan bahwa UMKM bukan hanya soal penghasilan atau pertumbuhan bisnis, tapi juga tentang nilai kehidupan. Dalam satu gelas degan yang ia suguhkan, ada kerja keras, kesetiaan pada jalan hidup, dan cinta pada keluarga.

Penulis dengan Nunik (Sumber: Foto Diambil oleh Anak Nunik)
Penulis dengan Nunik (Sumber: Foto Diambil oleh Anak Nunik)

Kini, di tengah derasnya arus digitalisasi dan modernisasi bisnis,  Nunik tetap bertahan dengan caranya sendiri. Tanpa teknologi canggih, ia membangun usahanya di atas dasar paling kuat: kepercayaan dan ketekunan

Bagi saya, kisah seperti inilah yang layak disorot. Bukan hanya karena lamanya berdagang, tapi karena semangat yang tidak padam meski diterpa banyak cobaan. Ia tidak membutuhkan panggung besar. Cukup meja kayu sederhana dan kelapa muda segar yang setia menemaninya setiap hari.

Nunik adalah salah satu wajah UMKM Jogja: sederhana, kuat, dan penuh harapan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun