Saya sudah sampaikan bahwa tidak perlu menunggu pintar dulu baru menulis. Justru menulis bisa dimulai dari hal-hal simpel atau yang dianggap sepele atau receh sekalipun.
Saya teringat masa kuliah di Jogja. Sejak saat itu lah saya mulai menulis di Kompasiana. Tulisan pertama saya mungkin masih berantakan tapi dari situlah saya belajar. Saya terbiasa menerima kritik, membaca komentar, lalu memperbaiki kekurangan. Sampai akhirnya, tulisan saya makin banyak dibaca. Sampai akhirnya berani mengirimkan artikel untuk disatukan dalam proyek buku kolaborasi oleh Kompasiana dan penerbit. Ketika buku sudah diterbitkan, kemudian penerbit mengajak saya untuk sharing dan launching di salah satu radio buku di Jogja.
Pengalaman berharga seperti ini ingin saya bagikan langsung kepada siswa dan para guru yang hadir di halaman sekolah kala itu. Dua buku kolaborasi yang sudah terbit pun saya perlihatkan. dan ternyata banyak siswa maupun rekan sejawat yang merespon positif.
Intinya, yang menjadi salah satu kunci ialah jangan takut memulai. Karena menulis bukan tentang hasil yang sempurna tapi tentang keberanian untuk menuangkan ide.
Di era digital, keterampilan menulis tetap dibutuhkan bahkan pada saat bikin konten media sosial. Generasi muda tidak bisa lepas dari dunia digital. Jadi, keterampilan menulis adalah investasi jangka panjang bagi masa depan mereka.
Saya yakin, anak-anak yang terbiasa menulis kelak akan lebih siap hadapi tantangan abad 21. Mereka bisa beradaptasi dengan cepat, memiliki daya kritis, dan tentu saja lebih percaya diri dalam menyampaikan pendapat.
Sering saya katakan ke siswa bahwa menulis itu seperti menabung. Kata demi kata yang ditulis hari ini maka suatu saat bisa menjadi warisan berharga. Tidak ada tulisan yang benar-benar sia-sia. Bahkan catatan harian sekalipun, suatu hari bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Contohnya, banyak penulis besar yang karyanya abadi justru berawal dari kebiasaan menulis hal-hal sederhana. Menulis adalah cara untuk hidup dua kali. Dengan menulis, kita meninggalkan jejak yang akan tetap ada meski kita sudah tiada. Dan inilah yang ingin saya tanamkan pada siswa bahwa menulis adalah cara untuk dikenang.
Mungkin hari ini mereka belum mengerti sepenuhnya. Tapi suatu hari nanti, ketika mereka menulis pengalaman hidupnya maka mereka akan sadar betapa berharganya kebiasaan ini.
Saya tidak bisa berharap semua siswa menjadi penulis profesional. Tapi saya berharap bahwa setelah ini setidaknya mereka punya keberanian untuk menuangkan ide dalam tulisan. Karena dari tulisan lahirlah sejarah. Dari tulisan pula ilmu bisa diwariskan lintas generasi.