Dunia kampus harus menjadi ladang eksplorasi minat dan potensi, bukan sekadar pabrik ijazah.
Harus ada keseimbangan antara hard skills dan soft skills. Lulusan harus cakap komunikasi, kerja tim, dan punya karakter tangguh.
Bila tidak, mereka hanya jadi bagian dari statistik pengangguran yang menyedihkan itu.
Bahkan, ironinya, ada yang lebih sukses justru mereka yang tak sempat kuliah. Dengan modal keberanian, kreativitas, dan kemampuan membaca peluang.
Lulusan SMA yang membuka usaha kecil-kecilan, lalu berkembang. Dari warung kopi hingga startup. Mereka menciptakan kerja, bukan mencari kerja.
Ini bukan soal rendahnya nilai kuliah. Tapi bagaimana kita menggunakan ilmu sebagai alat, bukan sekadar simbol.
Jika kita hanya mengejar gelar tanpa memahami tujuan, maka ijazah itu hanya jadi lembaran kertas. Mahal, tapi tak bernilai.
Perlu kesadaran baru. Bahwa tidak semua orang harus kuliah, tapi setiap orang harus punya kemampuan.
Kadang, aset seperti sawah lebih bijak digunakan untuk produksi pertanian modern daripada dibelikan SPP lalu berujung pengangguran.
Kenapa tidak mengembangkan usaha dari modal itu? Menjadi petani digital? Eksportir hasil bumi? Dunia kini terhubung dengan pasar terbuka luas.